Selasa 22 Aug 2017 09:25 WIB

Hanya Andalkan Subsidi, Program Tol Laut Dinilai Salah Sasaran

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Nidia Zuraya
Tol Laut Diluncurkan, 100 Pelabuhan Disiapkan Sebagai Sub Feeder
Foto: Mardiah
Tol Laut Diluncurkan, 100 Pelabuhan Disiapkan Sebagai Sub Feeder

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) menilai program tol laut yang dijalankan pemerintah Jokowi-JK salah sasaran. Ketua Umum ALI Zaldy Masita mengatakan, program tersebut hanya mengandalkan subsidi pada biaya angkutan.

Menurut Zaldy, pendekatan seperti itu tak dapat diterapkan secara berkelanjutan karena ketika subsidi dicabut, maka harga akan kembali naik. "Sampai kapan tol laut dengan sistem subsidi bisa kuat? Pendekatan seperti ini sama saja dengan konsep kapal perintis dari zaman Pak Harto,” ujarnya, Selasa (22/8).

Karena itu, Zaldy menyarankan agar pemerintah mengalihkan anggaran subsidi tol laut untuk memperbaiki fasilitas pelabuhan di daerah yang menjadi rute tol laut. Dengan begitu, ia meyakini, bongkar muat kapal menjadi lebih cepat sehingga biaya pelabuhan bisa turun. Selain itu, dengan dibangunnya fasilitas pelabuhan di daerah terpencil juga akan berdampak pada pergerakan ekonomi di daerah.

Ketua Komite Tetap Sarana dan Prasarana Perhubungan Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Asmari Herry Prayitno menyebut tol laut memang tidak berkorelasi langsung dengan harga barang. Menurutnya, tol laut hanya memperlancar distribusi barang.

Setelah barang sampai dipelabuhan, yang menentukan adalah harga pasar. Oleh sebab itu, menurut Asmari, sejak tol laut digulirkan pada Februari 2015, belum ada dampak signifikan terhadap penurunan harga bahan-bahan pokok di wilayah yang rutenya dilalui oleh tol laut.

Karenanya, Asmari mendorong pemerintah untuk segera membuat aturan mengenai harga barang atau pangan. “Perlu ada regulasi mengenai keuntungan yang wajar, harga barang yang wajar atau keuntungan yang wajar. Kalau tidak, maka ada spekulasi disitu,” katanya.

Pemerintah sendiri sebenarnya sudah memiliki kebijakan untuk menjaga stabilitas harga pangan melalui Harga Eceran Tertinggi (HET). Kementerian Perdagangan telah menetapkan HET untuk sejumlah komoditi pangan strategis seperti gula, minyak goreng, daging kerbau dan selanjutnya untuk beras. Namun begitu, kebijakan HET ini juga masih menuai kritik karena dinilai tak dapat diterapkan secara merata di seluruh daerah di Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement