Senin 14 Aug 2017 00:25 WIB

Jokowi: Jangan Pikir Pemerintah Hanya Bangun Infrastruktur

 Presiden Joko Widodo
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Presiden Joko Widodo

REPUBLIKA.CO.ID, JEMBER -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan pemerintah tidak hanya melakukan pembangunan bidang infrastruktur fisik saja. Namun, pemerintah juga fokus dalam membangun sumber daya manusia.

"Jangan dipikir kita hanya membangun infrastruktur fisik saja, tidak, sumber daya manusia lebih penting daripada fisik tadi," kata Presiden Jokowi ketika memberikan kuliah umum di Universitas Muhammadiyah Jember, Ahad (14/8).

Presiden menyebutkan kesenjangan antarwilayah barat tengah timur yang terjadi saat ini juga harus diselesaikan. "Oleh sebab itu dalam menyelesaikan berbagai masalah agar nantinya kita dapat bersaing dengan negara-negara lain, kita memerlukan yang namanya infrastruktur," ujarnya.

Menurutnya, infrastruktur merupakan hal dasar sehingga pemerintah mengejar-ngejar pembangun jalan tol, pelabuhan, bandara, pembangkit listrik dan lainnya.

"Karena ini kunci dasar agar kita memiliki daya saing. Kalau ini sudah hampir selesai, kita akan masuk babak besar kedua yaitu pembangunan manusia. Ini yang harus kita kerjakan, kalau dua ini selesai kita masuk ke fase industri, jasa, fase IT, akan lebih mudah karena pondasinya sudah kuat. Satu satu visi besar ini harus disampaikan kepada masyarakat," jelas.

Di awal kuliah umumnya, Presiden Jokowi membahas tentang perubahan yang harus dihadapi dalam lima hingga sepuluh tahun yang akan datang karena perubahan itu begitu sangat cepat.

"Inilah masa transisi yang paling kita antisipasi. Perubahan sangat cepat. Kalau tidak menyadari kita bisa ditinggal, terutama menyadarkan SDM yang kita miliki," ujarnya.

Presiden mencontohkan perubahan dalam bidang transportasi, di mana migrasi orang dalam jumlah banyak dapat dipindahkan begitu cepat. "Kita baru proses membangun MRT, baru proses membangun LRT, baru akan mulai membangun kereta cepat," katanya.

Juga perubahan dalam sistem pembayaran. Hampir 90 persen di Indonesia masih pakai uang tunai atau mungkin kartu kredit. Menurut dia, perubahan-perubahan itu harus diantisipasi. Karena kalau kita tidak disiapkan nilai keindonesiaan, pembangunan karakter SDM maka akan ada intervensi ideologi tanpa disadari. Intervensi itu bisa melalui media sosial path, facebook, videoblog, dan lainnya, yang harus diantisipasi.

"Perubahan seperti itu jangan sampai membuat nilai-nilai keindonesiaan kita tergerus," ucapnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement