REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Industri perbankan semakin berkomitmen memberi kemudahan bagi nasabahnya. Terlebih saat ini teknologi keuangan (financial technology atau fintech) menjadi sarana penunjang dalam melakukan transaksi.
Beberapa perbankan mulai berbondong-bondong untuk mengakrabkan diri dengan fintech. Begitu pula dengan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Gayung bersambut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun mendorong agar BPRS terlibat dalam perkembangan fintech di Indonesia.
Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK, Hendrikus Passagi mengatakan, OJK sangat mendorong agar BPRS dan fintech dapat bersinergi. "Karena kini masyarakat cenderung tidak dapat dilayani industri keuangan tradisional," kata dia dalam seminar nasional bertema Sinergi Industri BPRS dan Fintech dalam Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia yang digelar di Makasar pada Jumat (11/8).
Dia mengatakan keengganan masyarakat tersebut disebabkan oleh adanya sistem perbankan dan lembaga keuangan lain dalam menyalurkan kredit pascakrisis ekonomi global. "Hal itu juga disebabkan oleh sulitnya penyediaan kredit oleh perbankan yang melakukan deleveraging (mengambil utang dalam jumlah besar untuk mendorong pertumbuhan)," ujarnya.
Hendrikus menilai UMKM memiliki karakteristik usaha yang kompleks dengan jumlah pinjaman yang relatif kecil. Hal itu membuat biaya penilaian risiko menjadi mahal. Apalagi regulasi perbankan yang ketat membatasi kapasitas pemberian kredit pada UMKM. Menurut dia, fintech yang merupakan gabungan dari keuangan dan teknologi itu memungkinkan terlaksananya penilaian risiko kredit secara lebih cepat, efektif, dan efisien. Hal ini otomatis dapat mempermudah pemberian pinjaman bagi UMKM.
Selain itu, urgensi sinergi antara BPRS dan fintech juga didasari oleh hasil kajian bahwa masyarakat tidak mau menggunakan jasa industri keuangan tradisional. Kehadiran fintech pun dinilai oleh OJK telah mampu mengubah model industri keuangan yang dimonopoli perbankan dan menjadi industri alternatif yang lebih demokratis, transparan, terjangkau dan mampu melayani konsumen lebih banyak.
Dia mengatakan kehadiran fintech mampu mendorong penurunan biaya program inklusi keuangan. "Sehingga biaya yang dikeluarkan jadi lebih efisien dan dapat menjangkau lebih banyak konsumen di daerah terpencil," kata dia.
Hendrikus menyebut, pengembangan ke bisnis syariah cermin dari budaya bangsa gotong royong. Hal itu juga merefleksikan ajaran dari keyakinan mayoritas di negeri ini.
Saat ini sudah 15 perusahaan fintech terdaftar di OJK. Sedangkan 12 dari 44 perusahaan fintech peer to peer (P2P) lending masih dalam proses persetujuan pendaftaran. Dia mengatakan BPRS dapat melakukan sinergi dengan pelaku fintech melalui penggunaan sistem sehingga biaya operasional dapat lebih ditekan dan mempersingkat proses pembiayaan.