REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Boediarso Teguh mengatakan, dana desa akan direformulasi. Selain berencana meningkatkan dana desa, pola penyaluran dananya pun akan diubah.
''Kita perlu melakukan reformulasi dari dana desa di 2018 untuk fokus pengentasan kemiskinan dan ketertinggalan secara geografis,'' kata Boediarso, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (3/8).
Menurut dia, memasuki tahun ketiga penyaluran dana desa, kenyataan menunjukan meski sudah dikuncurkan dana desa, tetapi desa tertinggal dan sangat tertinggal masih cukup besar. Desa tertinggal dan sangat tertinggal di Papua sebesar 96 persen, Jawa-Bali 31,2 persen, sementara Sumatra 74,1 persen, Kalimantan 84,8 persen, Nusa Tenggara 77 persen, dan Maluku 85 persen.
Ia mencontohkan, meski jumlah desa tertinggal di Jawa lebih kecil dari pada Sumatera, namun dana desa yang digelontorkan hampir sama. Sumatera menerima dana desa sebesar Rp 18 triliun, sementara Jawa Rp 19 triliun. Artinya, walaupun dengan dana yang sama, pemanfaatan secara tepat menjadi penting.
Reformulasi itu akan mementingkan alokasi berbasis formula, yang dihitung berdasarkan jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin, luas wilayah, geografis, dan jumlah bobot besar kepada desa miskin.
Selama ini, 90 persen dari 75.954 desa dibagikan dengan jumlah merata. Sisanya menggunakan penyesuaiannya sesuai bobot, yaitu variabel jumlah penduduk miskin dan indeks kesulitan geografis. ''Maka 2018, kita akan mengurangi bobot yang dibagi rata dan alokasi dasar,'' jelas Boediarso.
Reformulasi itu, lanjutnya, dilakukan untuk pengentasan kemiskinan, perbaikan kualitas hidup masyarakat desa, mengatasi kesenjangan, serta afirmasi bagi desa sangat tertinggal dan tertinggal di daerah perbatasan, kepulauan dan tertinggal.
Implikasi yang diharapkan dari kebijakan reformulasi pengalokasian dana desa demi mengatasi kemiskinan, perbaikan ketimpangan fiskal antar desa dengan meningkatkan dana desa di desa dengan populasi penduduk besar dan sebaliknya. Memperbaiki ketimpangan antar desa dalam alokasi dana desa dengan Indeks Gini yang rendah.
''Reformulasi juga diharapkan membuat distribusi dana desa yang lebih sesuai dengan sebaran jumlah penduduk miskin,'' tambah dia.
Plt Dirjen PPMD Kemendes PDTT Taufik Madjid menyatakan, masih terlalu dini bicara pengentasan kemiskinan atau disparitas. Karena, rasio dana desa sebesar Rp 60 triliun masih kecil, kalau distribusinya dibagi rata dengan formula 90 dibanding 10.
''Bagaimana bicara dana desa untuk kesejahteraan, 90 persen dana desa itu dibagi rata. Tidak melihat komponen yang lain, hanya 10 persen yang berdasarkan bobot,'' jelas dia.
Oleh karena itu, ia menilai perlu ada perubahan formula pada 2018. Reformulasi itu untuk mengatasi ketimpangan di pulau terluar, terdepan, perbatasan, dan meningkatkan aksesibilitas. Ia mencontohkan, dana desa di Papua sebesar Rp 800 juta. Padahal, kalau untuk pembangunan jalan saja sudah kurang, dengan bahan baku yang mahal.
Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng menilai, perbandingan alokasi dasar 90 banding10 menyebabkan ketimpangan. Menurutnya, prioritas pembagian dana desa mesti sesuai kebutuhan masyarakat desa, yang disepakati dalam musyawarah desa.
''Apakah 75 ribu desa sama -sama membutuhkan infrastutkur yang dicanangkan nasional,'' kata dia.
Dirinya mempertanyakan, apakah setiap desa memiliki modl manusia, kualitas pendidikan dan kesehatan yang sama. Karena lanjutnya, masih banyak kabupaten/kota yang infrastrukturnya rendah, tapi indeks pembangunan manusia.