REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi Universitas Indonesia Rizal E Halim menilai pada prinsipnya dana haji dapat digunakan investasi yang akhirnya dapat digunakan untuk meningkatkan pelayanan kegiatan berhaji. Hanya saja, kalau ada investasi yang sifatnya langsung, maka perlu dihitung risikonya dengan baik dan ada jaminan dari pemerintah dalam memastikan investasi tersebut tidak merugikan calon jamaah.
''Ini yang perlu dikalkulasi dan kalau terjadi kerugian, harus ada pihak yang menjamin,'' kata Rizal, saat dihubungi, Rabu (2/8).
Menurut dia, semua investasi sudah pasti punya risiko. Namun poinnya, dana haji mesti bisa digunakan untuk investasi dengan tujuan imbal hasilnya (return) dimanfaatkan untuk kegiatan haji itu sendiri.
Investasi apa pun diperbolehkan, asal dengan perhitungan risiko yang matang. ''Peresetujuan penggunaan dana haji tentunya juga harus mengikuti ketentuan regulasi yang ada,'' jelas Rizal.
Rizal menuturkan, investasi langung merupakan investasi di mana pelaksanaannya melibatkan investor. Artinya, investor terlibat langsung dalam kegiatan investasi yang dilakukan.
Sehingga, misalnya Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) ingin berinvestasi langsung, maka badan tersebut harus terlibat dan punya kontrol terhadap kegiatan investasi, misalnya perkebunan, perikanan, pertambangan, infrastruktur. Sehingga, badan ini harus bisa menjadi penanggung jawab penggunaan dana haji tersebut.
''Perlu ada perhitungan kalau rugi atau di bawah target, maka bagaimana mekanisme pertanggungjawabannya,'' ucap Rizal.