Rabu 02 Aug 2017 11:19 WIB

Turun, Jumlah Dana Pemda Mengendap di Bank Rp 222,6 Triliun

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Nidia Zuraya
Pemerintah daerah (Pemda) yang mengendapkan anggaran daerah di bank akan dikenai sanksi oleh Kementerian Keuangan
Pemerintah daerah (Pemda) yang mengendapkan anggaran daerah di bank akan dikenai sanksi oleh Kementerian Keuangan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan, posisi simpanan Pemda di perbankan per akhir Juni 2017 sebesar Rp 222,6 trilun, atau turun Rp 21,9 triliun dibandingkan dengan posisinya pada akhir bulan sebelumnya Mei 2017 sebesar Rp 244,5 triliun.

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Boediarso Teguh Widodo mengatakan, penurunan posisi simpanan Pemda di perbankan per akhir Juni 2017 tersebut antara lain disebabkan oleh adanya realisasi pendapatan daerah yang lebih rendah dari realisasi belanja daerah pada bulan Juni 2017.

''Pendapatan daerah sampai akhir Juni 2017 mencapai sebesar Rp 85,1 triliun, sementara realisasi belanja daerah sebesar Rp 107 triliun,'' kata Boediarso, saat dihubungi, Rabu (2/8).

Menurut dia, meningkatnya pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan daerah telah menyebabkan realisasi belanja daerah, baik belanja modal maupun belanja barang/jasa mulai meningkat. Dana simpanan Pemda pada bank pada dasarnya merupakan pendapatan APBD yang belum dapat digunakan untuk mendanai rencana belanja daerah.

Hal ini antara lain disebabkan sebagian kegiatan fisik/proyek belum dilaksanakan, atau kegiatannya sudah dilaksanakan. Namun belum selesai, sehingga belum dapat dilunasi pembayarannya.

''Dengan demikian, tidak berarti semua simpanan dana Pemda di perbankan tersebut merupakan dana yang menganggur atau mengendap di bank,'' jelas Boediarso.

Karena, lanjut dia, sepanjang jumlah dana simpanan di perbankan tersebut masih sesuai dengan kebutuhan belanja operasional dan belanja modal untuk 3 bulan ke depan, maka hal tersebut masih tergolong wajar. Namun demikian, apabila jumlahnya sudah melampaui dari kebutuhan belanja operasional dan belanja modal 3 bulan ke depan, maka hal tersebut harus diwaspadai.

''Terutama karena mengindikasikan adanya keterlambatan pelaksanaan kegiatan/proyek fisik yang bisa mengganggu penyediaan infrastruktur dan sarana/prasarana pelayanan publik yang dibutuhkan masyarakat,'' ujar Boediarso.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement