Sabtu 29 Jul 2017 16:07 WIB

KPPU: Klasifikasi HET Beras Harus Ditinjau Ulang

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Nidia Zuraya
Ilustrasi Harga Eceran Tertinggi (HET) Beras
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi Harga Eceran Tertinggi (HET) Beras

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf mengatakan, KPPU memiliki standar operasional prosedur (SOP) dalam melakukan pengawasan mulai dari petani hingga distribusi ke perusahaan yang memproduksi beras.

"Pertama, kami cek apakah perusahaan punya posisi di pasar, kalau nanti perushaan bersangkutan posisi dominan, kita cek perilaku dia menetapkan harga apakah kategori monopoli di pasar, ketiga kami cek apakah benar-benar performnya dalam berbisnis, tiga sop itu nanti kita bawa proses persidangan , ujungnya baru kita lihat apakah ada pelanggaran," ujar Syarkawi di Jakarta, Sabtu (29/7).

Selain itu, Harga Eceran Tertinggi (HET) juga harus dipikirkan kembali klasifikasinya. "Klasifikanya menengah ke bawah kita tetapkan, untuk menegah keatas kita serahkan ke mekanisme di pasar," ucapnya.

Yang kedua, sambung Syarkawi, adalah bagaiamana Perum Bulog berperan. Saat ini, porsinya lebih tinggi menyerap 20 persen beras nasional. "Dalam rangkaian distribusi, kita perlu bangun pasar lelang komoditas pertanian yang kuat termasuk beras, ini bisa memotong rantai distribusi dan juga memperpendek disparitas harga dan revisi SNI," tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita mengatakan Permendag Nomor 47 Tahun 2017 yang antara lain mengatur HET penjualan beras sebesar Rp 9.000 per kilogram di tingkat konsumen belum berlaku karena secara resmi belum diundangkan. Enggar menegaskan Permendag 47/2017 belum diberlakukan sehingga tidak ada perlu kekhawatiran bagi pedagang beras dalam kegiatan usahanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement