REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bursa Efek Indonesia (BEI) merencanakan membentuk market maker untuk pelaksanaan penawaran umum perdana saham (IPO) perusahaan yang masuk dalam kategori usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam rangka menjaga likuiditas.
"Investor, terutama institusi inginnya berinvestasi yang aman. Nah, kita sedang kerja membuat UMKM ada market maker-nya, karena sekarang ini perusahaan kecil mau jual sahamnya tidak ada yang beli," ujar Direktur Utama BEI Tito Sulistio di Jakarta, Senin (24/7).
Tito Sulistio mengatakan bahwa pembentukan market maker merupakan salah satu cara untuk mendorong likuiditas UMKM di pasar meningkat. Saat ini, pihak BEI juga sedang menyiapkan aturan mengenai market maker di pasar modal.
"Tugas bursa menjamin infrastruktur agar likuiditasnya juga jalan," ucapnya.
Ia mengemukakan market maker akan berperan dalam meningkatkan likuiditas serta menjaga stabilitas harga di pasar, dengan begitu investor dapat membeli dan menjual saham dengan mudah.
Menurut Tito, dalam membentuk market maker di pasar harus didukung juga oleh pemerintah dalam hal peraturannya, seperti penetapan porsi investasi ke perusahaan UMKM. "Lembaga Dana Pensiun dan Asuransi memiliki dana sekitar Rp 1.200 triliun, 30 persennya masuk ke SBN. Kalau tiga3 persennya bisa masuk ke UKM, maka likuiditas akan meningkat. Jadi negara juga harus hadir," katanya.
Ketua Umum Kadin, Rosan P Roeslani menambahkan bahwa terdapat sekitar 26 ribu perusahaan yang terdaftar sebagai anggota Kadin masuk dalam kategori UMKM, diharapkan ada kemudahan bagi perusahaan-perusahaan itu untuk melakukan IPO, termasuk menjaga likuiditasnya.
"UMKM yang terdaftar ada sekitar 26 ribu perusahaan. Kita minta ada beberapa kemudahan untuk IPO. Kita koordinasi ke Bursa," katanya.