REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang segera diterapkan untuk komoditas beras merupakan salah satu upaya pemerintah untuk membatasi ruang gerak middle man alias perantara pedagang. Mereka inilah yang disinyalir oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai penyebab tingginya disparitas harga antara petani dengan konsumen.
Selain itu, Enggar mengatakan, telah ada peraturan menteri perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2017 yang mewajibkan semua distributor bahan pangan pokok mendaftarkan diri dan melapor secara berkala mengenai volume distribusi barang. Dengan cara itu, pemerintah dapat mengoptimalkan upaya pengendalian stok dan harga kebutuhan pangan pokok.
"Jadi, kita tentukan HET-nya, lalu distributor juga sekarang mesti lapor. Itu kan para distributor juga yang jadi middle man," kata Mendag, saat ditemui di kantornya, Senin (17/7).
Terkait HET, Enggar mengatakan saat ini pihaknya masih melakukan finalisasi dengan Kementerian Pertanian. Mendag menargetkan, dalam satu sampai dua hari ke depan, pemerintah sudah dapat mengumumkan HET untuk beras.
Rencananya, harga eceran tertinggi akan diberlakukan untuk beras kualitas medium ke bawah. Sementara untuk beras kualitas premium, harganya diserahkan pada mekanisme pasar.
"Medium ke bawah yang diatur. Dari sekian banyak jenis beras kita tentukan harga maksimalnya. Awas saja kalau ada masih ada yang lebih mahal," kata Enggar.
Sebelumnya, KPPU menyatakan tingginya disparitas harga beras antara petani dan produsen disebabkan oleh pedagang perantara yang mengambil untung paling besar. Mereka diperkirakan meraup untung hingga Rp 186 triliun setahun dari penjualan komoditas pangan strategis tersebut.