REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Harga rumah dan apartemen di Inggris dan Wales kini dikabarkan stabil setelah turun di pada Juni lalu. Meski begitu situs property Rightmove menyarankan para pembeli rumah tetap berhati-hati karena pertumbuhan upah turun di bawah inflasi dari hasil survei yang mereka lakukan.
Hasil tersebut berdasarkan properti yang diiklankan antara 11 Juni sampai 8 Juli 2017. Saat itu juga setelah Perdana Menteri Theresa May tak terduga kehilangan mayoritas pemilihnya di parlemen sehingga menciptakan ketidakpastian bagi investor yang telah kehilangan akses dari Inggris.
Rightmove mengungkapkan harga permintaan rata-rata untuk properti yang dijual di situsnya meningkat sebesar 0,1 persen pada Juli 2017. Padahal, biasanya pada bulan tersebut terjadi penurunan harga. Sementara secara tahunan, harga property naik 2,8 persen dibandingkan dengan kenaikan 1,8 persen di pada Juni 2017.
Direktur Rightmove Miles Shipside mengatakan pasar tetap sangat sensitif terhadap harga. Sementara Bank of England juga sudah mempertimbangkan kapan harus menaikkan suku bunga meskipun sebagian besar pejabat tinggi menyarankan saat ini bukan waktu yang tepat untuk melakukan hal itu.
“Harga naik bisa diredam meskipun permintaan perumahan tinggi,” kata Shipside dikutip dari Reuters, Senin (17/7). Menurutnya kondisi itu menunjukkan sudah berhasil meninggalkan tahapan saat siklus di mana harga naik melebihi tingkat inflasi.
Lonjakan inflasi mendekati hampir tiga persen dan berpengaruh kepada daya beli di Inggris. Hal itu sempat menyebabkan perlambatan ekonomi dan kenaikan harga rumah.
Rightmove pun mengungkapkan permintaan harga di sebagian besar Inggris turun, namun rata-rata keseluruhan naik. Hal itu di sebebkan penjualan rumah di London mengalami penurunan tajam pada Juni 2017. Rightmove juga memaparkan lebih dari 90 persen agen rumah di Inggris menggunakan situsnya untuk mengiklankan properti.
Sementara survei lain menunjukkan kepercayaan konsumen Inggris mengalami penurunan terbesar lebih dari dua tahun pada kuartal kedua 2017. Perusahaan akuntansi Deloitte yang menerbitkan survei tersebut pada Senin (17/7) menghubungkan penurunan tersebut dengan standar hidup masyarakat Ingris.