REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Rabu pagi (12/7), bergerak menguat sebesar 33 poin menjadi Rp 13.357 dibandingkan sebelumnya pada posisi Rp 13.390 per dolar Amerika Serikat (AS). "Rupiah melanjutkan normalisasinya setelah sempat mengalami koreksi tajam pada pekan lalu, dukungan penguatan surat utang negara (SUN) menjadi salah satu faktor yang menopang kurs domestik," kata ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta di Jakarta, Rabu (12/7).
Rangga Cipta mengungkapkan sentimen eksternal juga turut mendukung rupiah untuk kembali menguat menyusul data jumlah lowongan pekerjaan AS yang menurun, situasi itu membuat dolar AS di pasar global cenderung mengalami depresiasi. "Data jumlah lowongan pekerjaan AS yang buruk juga menekan dolar AS. JOLTS (Job Openings and Labor Turnover Survey) Amerika Serikat Mei 2017 turun menjadi menjadi 5,7 juta," paparnya.
Kendati demikian, Rangga mengatakan bahwa masih adanya kekhawatiran terhadap dampak buruk pelebaran defisit di dalam negeri dapat membuat apresiasi rupiah lebih tinggi terhadap dolar AS dapat tertahan. Dalam RAPBNP 2017, proyeksi pencapaian defisit anggaran diproyeksikan sebesar 2,92 persen terhadap PDB.
Di sisi lain, kata dia, tingkat keyakinan konsumen pada Juni 2017 yang turun juga dapat menjadi faktor penahan laju rupiah. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Juni 2017 sebesar 122,4 atau turun 3,5 poin dari Mei 2017.
Sementara itu, analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada menambahkan laju harga minyak mentah dunia yang mulai menguat diharapkan dapat berlanjut sehingga turut menopang mata uang rupiah untuk menguat terhadap dolar AS. "Harga minyak mentah dunia yang menguat di atas level 44 dolar AS per barel menjai sentimen positif bagi mata uang berbasis komoditas," kata Reza. Harga minyak jenis WTI Crude menguat 1,69 persen menjadi 45,80 dolar AS per barel, dan Brent Crude naik 1,45 persen menjadi 48,21 dolar AS per barel.