Senin 10 Jul 2017 15:18 WIB

Menteri Susi Sebut Kebijakannya tak akan Mundur

Red: Nur Aini
Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti
Foto: VOA
Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan, kebijakan yang telah dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan tidak akan mundur karena hal itu untuk menegakkan kedaulatan nasional.

"Bila retreat (mundur) maka yang rugi adalah jutaan orang masyarakat perikanan Indonesia," kata Susi Pudjiastuti di Kantor KKP, Jakarta, Senin (10/7).

Menurut Susi, bila dia mengalah dan menarik regulasi yang telah dicetuskannya, maka kebiasaan lama yang buruk di sektor kelautan dan perikanan akan kembali. Menteri Kelautan dan Perikanan menegaskan, apa yang dilakukannya semata-mata adalah untuk menegakkan kedaulatan serta rasa cinta kepada bangsa dan negara.

Susi Pudjiastuti tidak menginginkan sektor perikanan menjadi seperti sejumlah sektor lainnya yang berada di Tanah Air tetapi dikuasai asing. Apalagi Republik Indonesia, ujar dia, memiliki kawasan coastal fisheries atau penangkapan ikan yang sangat luas.

Sementara itu, pengamat sektor kelautan Abdul Halim menyatakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama-sama dengan kelompok nelayan harus dapat menemukan titik temu untuk mencari solusi terbaik pengembangan perikanan di Tanah Air. "Kedua belah pihak harus mengupayakan adanya titik temu mengatasi dampak sosial ekonomi yang muncul setelah terbitnya Peraturan Menteri KKP No 2/2015," kata Abdul Halim di Jakarta, Rabu (5/7).

Regulasi tersebut adalah terkait tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan jenis pukat hela dan pukat tarik di wilayah pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia. KKP mengeluarkan aturan itu antara lain karena jenis alat tangkap tersebut dinilai telah mengakibatkan menurunnya sumber daya ikan serta mengancam kelestarian lingkungan sumber daya ikan.

Menurut Abdul Halim, titik temu yang bisa disepakati antara lain adalah menyegerakan penggantian alat tangkap, memfasilitasi permodalan, dan menyosialisasikan upaya peralihan alat tangkap tanpa mengkriminalisasi nelayan di laut. "Titik temu inilah yang belum dicapai sehingga demo muncul," ujar Abdul Halim yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan itu.

Ia juga berpendapat bahwa desakan masyarakat untuk mencabut sejumlah aturan di bidang kelautan dan perikanan merupakan respons atas ketidakmampuan birokrasi KKP mengatasi dampak sosio-ekonomi yang timbul setelah diterbitkannya beragam regulasi itu.

Sebagaimana diwartakan, Front Nelayan Indonesia berencana melakukan aksi di Jakarta pada tanggal 11 Juli 2017 dalam rangka untuk memperjuangkan kesejahteraan mereka serta keprihatinan terhadap berbagai aturan yang dinilai telah memberatkan nelayan. Rilis Front Nasional Indonesia menyatakan bahwa sekitar 50 orang perwakilan nelayan se-Jawa telah melakukan konsolidasi di Jakarta, 4 Juli 2017, karena resah atas berbagai kebijakan yang dikeluarkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Beragam elemen nelayan yang hadir berasal dari sejumlah kota seperti Tegal, Lamongan, Rembang, Pati Juwana, Brebes, Probolinggo, Indramayu, Batang, Sukabumi, Tangerang, Pandeglang, dan Muara Baru.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement