REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan perlunya pembenahan untuk industri Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Salah satu upaya yang perlu dilakukan antara lain dengan re-branding untuk memenangkan persaingan.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad menegaskan, dengan penguatan kelembagaan dan pembenahan internal, produk dan layanan yang bervariasi dan mampu menjawab kebutuhan masyarakat disertai dengan strategi formulasi branding, BPR akan mendapatkan tempatnya di hati masyarakat dan memenangkan persaingan.
"Secara prinsip, pasar mikro dan kecil masih terbuka luas bagi BPR untuk berkembang dan meningkatkan kinerjanya di masa mendatang," ujar Muliaman D Hadad dalam Seminar Kajian Pengembangan Produk dan Layanan Strategi Branding BPR, di Jakarta, Senin (10/7).
OJK mencatat perkembangan industri Bank Perkreditan Rakyat (BPR) pada April 2017 tumbuh positif dengan total aset sebesar Rp115,2 triliun atau meningkat 10,18 persen (yoy).
Jumlah BPR saat ini mencapai 1.621, termasuk dengan BPR Syariah, dengan kredit yang berhasil disalurkan sebesar Rp110,9 triliun atau tumbuh 9,95 persen (yoy) dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp95,5 triliun tumbuh 9,8 persen (yoy).
Terlepas dari kinerja positif tersebut, kata Muliaman, saat ini masih terdapat permasalahan internal yang masih harus dibenahi oleh BPR. Antara lain permodalan yang masih terbatas, tata kelola (Good Corporate Governance-GCG), kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia (SDM), biaya dana mahal yang berdampak pada suku bunga, serta produk dan layanan yang belum variatif.
Dari sisi eksternal, tantangan yang dihadapi adalah persaingan yang semakin meningkat. Saat ini segmen mikro dan kecil yang selama ini merupakan target pasar BPR juga dilayani oleh lembaga jasa keuangan lain selain bank seperti Lembaga Keuangan Mikro (LKM), Koperasi Simpan Pinjam, credit union, dan Fintech, sehingga persaingan pada sektor mikro dan kecil menjadi sangat ketat.
Dalam rangka menjawab permasalahan di industri BPR serta tantangan atas persaingan yang terjadi, telah dilakukan penguatan industri BPR melalui penerbitan rangkaian ketentuan oleh OJK yang memperkuat pengaturan kelembagaan, prudential banking, teknologi informasi, manajemen risiko dan tata kelola (GCG), dan kegiatan usaha yang sesuai dengan kapasitas permodalan BPR, serta kajian pengembangan produk dan layanan serta strategi branding BPR.
Kajian yang dilakukan sejalan dengan ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan sebelumnya oleh OJK guna penguatan internal BPR. Kajian tersebut meliputi kajian pengembangan produk dan layanan BPR yang mampu menjawab kebutuhan masyarakat yaitu produk dan layanan BPR berbasis jasa dan teknologi informasi, pengembangan produk tabungan sesuai siklus kehidupan, generic model skim kredit di sektor produktif.
"Dari sisi bisnis, pengembangan produk dan layanan tersebut perlu didukung dengan strategi branding BPR untuk mendorong image BPR yang positif dan profesional, sehingga lebih dikenal di masyarakat dan mampu menghadapi persaingan yang ada," tutur Muliaman.
Dalam kesempatan yang sama juga dilakukan penandatanganan nota kesepahaman antara Perbarindo dengan PT. Asuransi Jasa Indonesia dalam rangka kerjasama asuransi umum terkait kredit pada sektor pertanian dan peternakan. Perbarindo selaku asosiasi industri BPR juga telah menyampaikan deklarasi sebagai bentuk komitmen industri BPR untuk terus mengembangkan perekonomian di sektor mikro kecil. (Idealisa Masyrafina)