Kamis 06 Jul 2017 17:57 WIB

Subsidi BBM dan Gas Membengkak Puluhan Triliun

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Petugas mengisi BBM kendaraan pemudik di rest area tol fungsional Brebes - Gringsing, Jateng, Rabu (21/6). Pemudik yang melintasi tol fungsional pada musim mudik lebaran 2017 hanya boleh membeli BBM maksimal 10 liter, hal tersebut dikarnakan sifatnya hanya diperuntukan untuk kebutuhan daurat.
Foto: Republika/Prayogi
Petugas mengisi BBM kendaraan pemudik di rest area tol fungsional Brebes - Gringsing, Jateng, Rabu (21/6). Pemudik yang melintasi tol fungsional pada musim mudik lebaran 2017 hanya boleh membeli BBM maksimal 10 liter, hal tersebut dikarnakan sifatnya hanya diperuntukan untuk kebutuhan daurat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alokasi subsidi energi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN) 2017 membengkak sebesar Rp 25,8 triliun. Dalam rancangan APBNP 2017 yang diajukan pemerintah kepada Badan Anggaran DPR disebutkan subsidi energi sebesar Rp 103,1 triliun, lebih tinggi dibanding alokasinya dalam APBN 2017 yang hanya Rp 77,3 triliun.

Kenaikan ini salah satunya disebabkan oleh tren memulihnya harga minyak dunia yang membuat pemerintah menahan rencana untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan kenaikan harga elpiji 3 kilogram (kg). Artinya, urungnya niatan untuk menaikkan harga BBM dan elpiji 3 kg membuat pemerintah 'tombok' atas subsidi yang harus ditanggungkan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebutkan, kebijakan untuk menahan kenaikan harga BBM dan elpiji 3 kg diambil demi menjaga daya beli masyarakat. Apalagi, pelaku usaha ritel terus mengeluhkan lesunya daya beli masyarakat sejak awal 2017. Kenaikan dua harga administered prices sekaligus, BBM dan elpiji 3 kg, dikhawatirkan akan membuat lonjakan inflasi secara signifikan.

"Jadi titik tengahnya pemerintah menunda (kenaikan BBM dan elpiji 3 kg). Walau tentu, subsidi akan lebih banyak diberikan," ujar Darmin usai rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR, di Jakarta, Kamis (6/7).

Darmin merinci, subsidi untuk BBM saja dialokasikan menjadi Rp 10,6 triliun dalam RAPBNP 2017. Nilai ini naik Rp 300 miliar dari alokasinya dalam APBN 2017 sebesar Rp 10,3 triliun. Sementara subsidi untuk elpiji 3 kg diberikan sebesar Rp 40,5 triliun, melonjak nyaris dua kali lipatnya dari alokasi di APBN 2017 sebesar Rp 22 triliun. Terpisah, subsidi listrik juga mengalami kenaikan dari Rp 45 triliun di APBN 2017 menjadi Rp 52 triliun dalam RAPBNP 2017.

Pemerintah mengklaim ada tiga alasan utama penyebab pembengkakan subsidi energi dalam revisi APBN 2017 ini. Pertama, adalah dampak perubahan parameter subsidi sebesar Rp 4,6 triliun dan alasan kedua, tidak berjalannya pembatasan alokasi subsidi untuk elpiji 3 kg atau distribusi tertutup yang potensi penghematannya sebesar Rp 10 triliun. Ketiga, seperti yang disebutkan di awal yakni penundaan penyerapan harga jual eceran elpiji 3 kg sebesar Rp 1.000 per kg.

Sementara itu, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menyebutkan bahwa perubahan alokasi subsidi energi memang berawal dari tidak berjalannya rencana distribusi tertutup elpiji 3 kg. Hal tersebut kemudian 'memaksa' pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga elpiji 3 kg. Namun, mempertimbangkan efek terhadap daya beli masyarakat yang bisa saja terus melemah bila harga elpiji naik, maka pemerintah memutuskan untuk menunda kenaikan harga elpiji 3 kg.

"Kenyatannya pembatasan itu belum bisa dilakukan, sebab supaya tidak menimbulkan dampak yang negatif supaya stabil. Jadi kita kembalikan biayanya hampir Rp 10 triliun itu," ujarnya.

Untuk menutup defisit anggaran yang membengkak tahun ini, termasuk menambal kebutuhan dalam menyalurkan subsidi energi, pemerintah berencana menambah pembiayaan utang dari Rp 384,7 triliun menjadi Rp 461,3 triliun. Namun, dengan penghematan yang dilakukan dari sisi belanja barang, pemerintah memproyeksikan pembiayaan dari utang bisa ditekan menjadi Rp 427 triliun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement