REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan Listrik Negara (PT PLN) melakukan langkah konversi bahan baku menjadi konsumsi gas untuk mencapai target efisiensi produksi.
"Tantangan bagi kami adalah bagaimana dapat melakukan efisiensi ke dalam. Efisiensi yang dilakukan ada beberapa hal, pertama, mengurangi penggunaan energi mahal di pembangkit mahal. Tentu dgn konversi," kata Head of Corporate Communication PLN I Made Suprateka di Jakarta, Rabu (5/7).
Untuk pembangkit yang menggunakan energi mahal seperti energi fosil atau solar maka akan diganti dengan menggunakan gas. Namun, untuk daerah terpencil menurutnya tidak bisa diganti begitu saja karena masih menggunakan diesel sebagai sumber penggeraknya.
Tantangan lainnya adalah tidak hanya harga pokoknya tinggi jika menggunakan bahan bakar fosil, tapi di daerah terpencil tersebut adalah kantong di mana PLN melakukan subsidi korporat, bukan subsidi APBN.
"Di sana biaya operasionalnya, termasuk harga pokok listriknya lebih tinggi dibandingkan revenue-nya, (pendapatan)," ujarnya.
Konversi tersebut, ia menjelaskan, tidak semua lokasi diberlakukan menjadi gas, sebab tidak semua daerah memiliki sumber daya serta infrastruktur gas yang memadai.
Efisiensi tersebut dilakukan sebab Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan bahwa tarif dasar listrik (TDL) tidak akan mengalami perubahan hingga akhir tahun 2017.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan Tarif Dasar Listrik (TDL) tidak akan mengalami kenaikan mulai 1 Juli 2017 hingga 31 Desember 2017.
"Supaya efisiensi PLN, tarif listrik tidak ada penyesuaian dari 1 Juli sampai 31 Desember 2017. Kami akan coba sebisa mungkin, untuk industri kami perlukan daya saing yang luar biasa, dan Presiden meminta efisiensi supaya tidak ada tarif penyesuaian," kata Ignasius Jonan kepada pewarta di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu.
Selain itu, ia juga mengatakan untuk TDL perumahan sebisa mungkin akan diupayakan turun tiap tiga bulan. "Tarif listrik pelan-pelan dua tahun ke depan akan turun. Ingat, tapi pelan-pelan 'lho ya', paling tidak turunnya 5 persen," imbuh Jonan.
Jonan menyadari hal tersebut tidaklah mudah dan sukar direalisasikan, namun ia meminta waktu paling tidak sampai 2020 tarif listrik diupayakan mengalami penurunan biaya.
Ia menegaskan meminta PLN untuk mengoperasikan usaha dengan seefisien mungkin. "Caranya bagaimana? ya harus efisiensi usaha dari PLN, agar tarif bisa berangsur turun. Masih banyak lho, orang bisa membeli listrik tapi tidak tersedia listrik, atau sebaliknya," katanya.
Penghematan subsidi listrik yang tengah dilakukan, menurutnya salah satu cara untuk mencapai hal tersebut. Pengalihan biaya subsidi tidak sepenuhnya digunakan untuk infrastruktur penunjang listrik tapi juga untuk membangun jalan, jembatan dan infrastruktur lainnya yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Tantangan lainnya adalah listrik juga tergantung dengan kurs mata uang asing, di mana independen power producer (IPP) atau pemasok sumber listrik independen, masih menggunakan takaran dolar, sehingga biaya jualnya bisa berubah-ubah.