REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Senin (3/7) sore, bergerak menguat tipis sebesar sembilan poin menjadi Rp 13.339 dibandingkan sebelumnya pada posisi Rp 13.348 per dolar Amerika Serikat (AS).
"Data inflasi Indonesia bulan Juni yang cukup terkendali menjadi salah satu faktor yang memicu rupiah bergerak di area positif," ujar analis Monex Investindo Futures, Putu Agus Pransuamitra di Jakarta, Senin.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat inflasi pada Juni 2017 mencapai 0,69 persen. Dengan demikian laju inflasi tahun kalender Januari-Juni 2017 telah mencapai 2,38 persen dan inflasi dari tahun ke tahun (yoy) tercatat sebesar 4,37 persen.
Kendati demikian, lanjut dia, fluktuasi mata uang rupiah terbilang cukup tinggi di rentang Rp 13.300-13.330 per dolar AS. Hal itu dikarenakan masih terbukanya potensi kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS (Fed Fund Rate).
Ia mengatakan, Bank sentral Amerika Serikat (The Fed) yang tetap optimistis suku bunga acuannya akan kembali naik satu kali lagi di tahun ini masih menjadi sentimen positif bagi dolar AS, sehingga tekanan dolar AS cenderung rendah.
"Meski dolar AS sedang mengalami tekanan terhadap mata uang negara maju, namun terhadap mata uang negara-negara berkembang atau 'emerging market' dolar AS cenderung masih bisa membuka peluang menguat," katanya.
Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta mengatakan, The Fed memang sudah menaikkan suku bunga acuannya, ditargetkan akan naik satu kali lagi. Namun, itu dibarengi oleh pesimisme terhadap target inflasi.
Di saat yang bersamaan, lanjut dia, keraguan terhadap stimulus fiskal Presiden AS Donald Trump semakin meredup setelah Senat Amerika Serikat menunda pengesahan UU Kesehatan. "Hal itu menjadi salah stau faktor yang membuat dolar AS mengalami tekanan," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Senin ini (3/7) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah ke posisi Rp 13.325 dibandingkan hari sebelumnya (Jumat, 30/6) Rp 13.319 per dolar AS.