REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) pada 14 sampai 15 Juni 2017 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7 day RR Rate) tetap sebesar 4,75 persen. Dengan suku bunga Deposit Facility tetap sebesar 4,00 persen dan Lending Facility 5,50 persen.
"Keputusan tersebut konsisten dengan upaya Bank Indonesia menjaga stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan, serta mendukung keberlanjutan pemulihan ekonomi domestik," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara kepada wartawan, Kamis, (15/6).
Ia menambahkan, BI masih akan tetap mewaspadai sejumlah risiko, baik yang bersumber dari global maupun domestik. Dari sisi global, kenaikan lebih lanjut Fed Fund Rate (FFR) dan rencana penurunan besaran neraca bank sentral AS, hasil Pemilu di Inggris, serta potensi menurunnya harga komoditas khususnya minyak dunia merupakan risiko yang tetap perlu diwaspadai.
Dari sisi domestik, beberapa risiko yang tetap perlu dicermati adalah dampak penyesuaian administered prices terhadap inflasi serta masih berlanjutnya konsolidasi korporasi dan perbankan. Maka, kata Tirta, BI terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makro prudensial, dan sistem pembayaran guna menjaga stabilitas makroe konomi dan sistem keuangan.
BI juga terus mempererat koordinasi bersama Pemerintah dalam rangka pengendalian inflasi agar tetap berada pada kisaran sasaran dan mendorong kelanjutan reformasi struktural agar dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. "Pertumbuhan ekonomi dunia membaik sesuai perkiraan, namun beberapa risiko tetap perlu dicermati," ujar Tirta.
Ia menambahkan, prospek ekonomi dunia membaik sejalan dengan perkembangan ekonomi AS, Tiongkok, Eropa, dan Jepang. Perbaikan perekonomian AS ditopang terutama oleh konsumsi dan investasi yang menguat serta indikator ketenagakerjaan yang membaik.
Di Tiongkok, ekspansi perekonomian terutama ditopang oleh pertumbuhan investasi pemerintah dan swasta. Kemudian Di Eropa dan Jepang, pertumbuhan ekonomi membaik didukung oleh meningkatnya kinerja ekspor dan permintaan domestik.
Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dunia, kata Tirta, volume perdagangan dunia juga meningkat. "Harga komoditas global diperkirakan masih tetap tinggi, namun ke depan berpotensi bias ke bawah terkait pasokan yang berlebih di tengah permintaan yang terbatas," jelasnya.