Selasa 13 Jun 2017 16:47 WIB

Kementerian ESDM Hitung Kembali Harga BBM Bersubsidi

Rep: Frederikus Bata/ Red: Nur Aini
 Warga melakukan pengisian bahan Bakar Minyak (BBM) secara swadaya di SBPU Cikini, Jakarta, Ahad (26/2).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Warga melakukan pengisian bahan Bakar Minyak (BBM) secara swadaya di SBPU Cikini, Jakarta, Ahad (26/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pertamina Persero menyatakan harga Premium dan Solar bersubsidi selisihnya jauh lebih besar dibandingkan dengan yang ditetapkan pemerintah. Menanggapi hal tersebut, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menjadikannya sebagai salah satu pertimbangan penetapan harga BBM terbaru per Juli 2017.

"Keputusan kita tetap ada di pimpinan, kita kaji semua data dan segala macam," kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja, saat ditemui, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (13/6).

Selain faktor internal tersebut, ada beberapa hal yang memengaruhi penetapan harga BBM. Menurut Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 Tahun 2015, penyesuaian harga BBM dilakukan setiap tiga bulan sekali dengan mempertimbangkan rata-rata Mean of Plats Singapore (MOPS), harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP), dan nilai tukar dolar AS dengan kurs beli Bank Indonesia. "MOPSnya sempat naik, terus turun, lalu agak datar. Setelah permasalahan Qatar kemaren, mulai naik dikit, tapi turun lagi. Kita monitor terus (kajiannya)," ujar Wirat.

Sebelumnya, PT Pertamina Persero menyatakan harga BBM jenis Premium (Rp 6.450 per liter) dan Solar (Rp 5.150 per liter) akan ekonomis jika harga minyak dunia berada dalam kisaran 40 dolar AS per barel. Direktur Pemasaran Pertamina, Mohamamad Iskandar mengatakan saat ini selisih harga Premium yang harus ditombok Pertamina sekitar Rp 400an per liter dan solar sebesar Rp 1.150 per liter. Direktur Keuangan Pertamina, Arif Budiman mengungkapkan untuk mengisi harga keekonomian dengan harga BBM yang tetap, perusahaan tersebut melakukan subsidi silang dari pendapatan bisnis lain. "Selama kita bisa cross subsidi, kita lakukan (menutup selisih)," tutur Arif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement