Senin 12 Jun 2017 15:30 WIB

BI Usulkan Bentuk Undang-Undang Harga Pangan

Red: Nur Aini
Menteri Perdaganan Enggartiasto Lukita (kanan) didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia Darmin Nasution (kiri-kanan) menjawab pertanyaan wartawan usai acara peresmian Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS Nasional) di Jakarta, Senin (12/6).
Foto: Republika / Darmawan
Menteri Perdaganan Enggartiasto Lukita (kanan) didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia Darmin Nasution (kiri-kanan) menjawab pertanyaan wartawan usai acara peresmian Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS Nasional) di Jakarta, Senin (12/6).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengusulkan kepada pemerintah untuk membentuk undang-undang harga pangan agar langkah pengendalian harga dapat diatur secara struktural dan memiliki landasan hukum yang kuat.

Menurut Agus, regulasi yang kuat seperti dibentuknya undang-undang, merupakan adaptasi dari negara-negara lain yang memiliki kapasitas pengendalian harga pangan yang lebih baik. Agus mencontohkan di Malaysia, regulasi pengendalian harga sudah ada sejak 1946 ketika negeri jiran tersebut memberlakukan aksi pengendalian harga Price control act yang kemudian dilanjutkan pada 1961 dengan aksi pengendalian pasokan (supply control act).

"Kami sangat usulkan supaya dipelajari kemungkinan adanya undang-undang harga pangan, karena kita sama-sama tahu di malaysia pada 1946 ada price control act," ujarnya usai meluncurkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) di Jakarta, Senin (12/6).

Di Malaysia, kata Agus, dua regulasi tersebut mewajibkan semua pihak pemangku kepentingan di alur perdagangan bahan pangan, termasuk pedagang, harus terdaftar secara resmi ke kementerian perdagangan setempat.

Pengawasan struktural tersebut yang membuat para pedagang bahan pangan tidak dapat seenaknya menaikkan harga.

Selain secara administratif, pengawasan harga pangan di Malaysia juga menyeluruh untuk mengetahui kondisi di lapangan. Malaysia mengerahkan aparatur berstatus pegawai negeri sipil (PNS) untuk menjadi pengawas pengendali harga. "Semua pedagang di sana juga harus memasang harganya, agar menjadi dapat yang dapat kita pantau terus," ujar Agus.

Maka dari itu, kata Agus, Indonesia memerlukan regulasi yang kuat agar seluruh tingkatan produsen dan konsumen mau berperan aktif dalam pengendalian harga. "Itu akan menjadi tindak lanjut setelah dikembangkannya Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) ini," tuturnya.

Menanggapi usulan Agus tersebut, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan penyusunan UU harga pangan akan memakan waktu, namun bukan tidak mungkin dapat segera dilakukan. Darmin lebih memilih untuk fokus terlebih dahulu ke pengembangan PIHPS agar dapat menjadi rujukan data untuk perumusan kebijakan pengendalian harga dan juga menjadi sarana penyebaran informasi ke seluruh tingkatan produsen dan konsumen.

"Kalaupun ide itu mau didorong akan perlu waktu, kita perlu selesaikan dulu beberapa hal penting yang bisa diselesaikan, salah satunya dengan PIHPS ini," ujar dia.

PIHPS merupakan pusat informasi yang menyajikan harga 10 komoditas pangan strategis, termasuk 21 variannya. Sebanyak 10 pangan strategis itu adalah beras, daging sapi, daging ayam, telur ayam, cabai merah, cabai rawit, bawang merah, bawang putih, minyak goreng dan gula pasir. Data yang disajikan PIHPS dihimpun dari 164 pasar tradisional di seluruh 34 provinsi. Data tersebut dihimpun sejak pukul 09.00 WIB hingga 11.00 WIB, kemudian akan divalidasi BI pada pukul 10.00 sampai 12.00 dan selanjutnya dipublikasikan pukul 13.00 WIB.

Aplikasi PIHPS dapat diakses oleh masyarakat melalui situs www.hargapangan.id atau dengan mengunduh aplikasi PIHPS Nasional versi android dan mesin operasi Apple iOS yang tersedia secara gratis.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement