REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan menagih janji Wimboh Santoso, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan yang baru saja terpilih, untuk menetapkan besaran pungutan yang tidak memberatkan industri jasa keuangan.
"Hal penting yang menjadi tantangan juga agar pungutan yang diminta OJK tidak membebani dan memberatkan industri," kata Ketua Komisi XI DPR Melchias Markus Mekeng usai pemungutan suara setelah uji kelayakan dan kepatutan Dewan Komisioner OJK di Jakarta, Kamis (8/6) malam.
Mekeng meminta Wimboh membangun iklim industri jasa keuangan yang sehat, serta mampu meningkatkan kontribusi lembaga pengawas dan pengatur industri jasa keuangan terhadap perekonomian nasional, terutama kegiatan ekonomi di daerah.
Saat diuji kelayakan dan kepatutannya oleh Komisi XI pada Senin (5/6) lalu, Wimboh memang mengungkapkan jika dirinya terpilih menjadi pemimpin puncak OJK, maka dia akan mengkaji kembali besaran pungutan yang diminta OJK terhadap industri.
"Nanti akan kita lihat, sebenarnya untuk jalankan OJK perlu biaya berapa, nanti kita hitung dulu, apakah pungutan itu bisa turun," kata Wimboh yang saat ini masih menjadi Komisaris Utama PT Bank Mandiri.
Saat ini, besaran iuran OJK adalah 0,045 persen dari total aset yang dimiliki pelaku industri keuangan setiap tahunnya, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan oleh OJK. Mekeng mengatakan Komisi XI juga akan meminta Wimboh untuk meningkatkan hubungan OJK dengan lembaga keuangan internasional lainnya, mengingat Wimboh pernah berkecimpung di Dana Moneter Internasional.
"Dengan pengalamannya di IMF, dia harus mendorong banyak pembangunan, terutama pembangunan dari pinggiran, seperti Nawa Cita dari Presiden Joko Widodo," ujar Mekeng.
Wimboh pada Kamis malam ini terpilih menggantikan Muliaman D Hadad setelah mendapat 50 suara dari total 55 anggota Komisi XI DPR. Pesaingnya Sigit Pramono, bankir berpengalaman yang berkarir 35 tahun di industri keuangan, hanya mendapat empat suara.
Mekeng mengklaim kemenangan Wimboh memang karena pilihan masing-masing anggota Dewan. Mekeng juga mengatakan Wimboh memiliki rekam jejak yang bersih, sesuai hasil pertemuan Komisi XI dengan Badan Intelejen Negara dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Adapun Wimboh merupakan bankir karir di Bank Indonesia (BI) yang pernah bekerja di Dana Moneter Internasional. Saat menjabat di BI, dia pernah menduduki Direktur Pengaturan Perbankan BI pada 2010-2012 dan selanjutnya dipercaya sebagai Kepala Perwakilan BI di New York, Amerika Serikat.
Dalam paparan visi-misinya saat uji kelayakan dan kepatutan Senin (5/6), Wimboh banyak menekankan mengenai stabilitas industri jasa keuangan dan sinergi antara OJK, Bank Indonesia dan juga Kementerian Keuangan. Stabilitas, kata Wimboh, sangat penting untuk memitigasi terjadinya potensi krisis keuangan seperti yang terjadi pada 1998 di Indonesia.
Wimboh juga setuju dengan bertahannya pembagian kewenangan makropudensial dan industri perbankan antara OJK dengan BI. Wimboh tidak menekankan pengaturan industri perbankan sepenuhnya harus diambil oleh OJK. "Lebih baik sinergi saja, masing-masing punya ranah di makroprudensial. Kadang malah satu sama lain bisa mengcover," ujarnya.