Senin 05 Jun 2017 18:16 WIB

Pengusaha Ingin Sosialisasi Masif Pembukaan Data Nasabah

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
 Seorang nasabah menarik uang tunai dari ATM (Ilustrasi)
Seorang nasabah menarik uang tunai dari ATM (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kalangan pengusaha menginginkan aturan baru soal kerterbukaan informasi keuangan yang memungkinkan otoritas pajak untuk mengintip data nasabah secara mudah. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Kebijakan Moneter, Fiskal dan Publik Raden Pardede menilai, sosialisasi yang gencar sangat perlu dilakukan lantaran kebijakan ini terbilang baru untuk diterapkan di masyarakat. Apalagi, ujarnya, pemerintah mengejar tenggat waktu legislasi primer dan sekunder yang harus dipenuhi pada Juni 2017 ini demi lulus keikutsertaan AEoI (Automatic Exchange of Information).

"Harus dipastikan implementasinya solid. Perbankan, pelaku ekonomi, dan aparat harus mendapat informasi yang sama. Intinya sosialisasi harus masif dulu," ujar Raden di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (5/6).

Poin penting yang harus disosialisasikan pemerintah, menurutnya, adalah pemahaman bahwa kebijakan ini merupakan kesepakatan bersama secara global. Artinya, wajib pajak harus menyadari bahwa tidak ada lagi ruang untuk melakukan penghindaran pajak. Apalagi dengan kebijakan yang berjalan resiprokal antara Indonesia dengan negara-negara anggota AEoI, maka seluruh informasi keuangan yang berkaitan dengan kepatuhan pajak bisa dipertukarkan. Hal ini juga sejalan dengan pembatasan pelaporan informasi keuangan yang dikhususkan bagi nasabah orang pribadi di dalam negeri yang memiliki saldo di atas Rp 200 juta.

"Ada batasan-batasan itu, ada artinya, sudah diantisipasi kalau terjadi seperti ini apa saja sanksinya. Itu penting sekali, nanti apakah itu bisa di PMK atau tadi sudah dikatakan mungkin akan disempurnakan lebih detil dalam Perdirjen (Peraturan Dirjen)," kata Raden.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menambahkan, pengusaha memberikan dukungannya terhadap berjalannya kebijakan keterbukaan informasi keuangan. Namun ia mendesak pemerintah untuk bisa memberikan pemahaman kepada seluruh wajib pajak bahwa langkah yang diambil ini bukan semata-mata kemauan pemerintah Indonesia, melainkan kesepakatan bersama skala global.

"Bahkan negara yang selama ini disebut suaka pajak saja ikut. Jadi bukan maunya Indonesia saja. Perlu diberikan pemahaman bahwa pembukaan informasi tidak memojokkan wajib pajak," katanya.

Hariyadi menilai bahwa sosialisasi harus benar-benar fokus pada teknis berjalannya keterbukaan informasi. Ia melihat bahwa sosialisasi yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu selama ini kerap kali hanya bertumpu pada persoalan pemeriksaan. Hal ini justru dianggap membuat wajib pajak semakin takut dan memosisikan Ditjen Pajak bukan sebagai mitra pengusaha. "Menurut kami pemeriksaan sudah tugas DJP sehingga tidak perlu dijelaskan lagi. Apalagi dengan amnesti pajak sudah jelas. Sehingga tidak menimbulkan kekhawatiran bahwa pembukaan AEoI akan sasar kepada pemeriksaan semata-mata," ujarnya.

Ia juga mengingatkan pemerintah agar implementasi pembukaan data nasabah demi kepatuhan pajak nantinya tidak akan merepotkan lembaga jasa keuangan dan nsabah. Tak hanya itu, Hariyadi juga meminta pemerintah betul-betul tegas terhadap kerahasiaan data di luar kepentingan perpajakan. "Jangan sampai kalau terbuka justru dimanfaatkan pihak-pihak tidak berkepentingan," katanya.

Wakil Ketua Himpunan Bank-bank Negara (Himbara) Haru Koesmahargyo mengungkapkan, seluruh bank pelat merah siap mendukung berjalannya kebijakan keterbukaan informasi keuangan. Haru menilai, kebijakan ini semakin mempersempit ruang bagi para penghindar pajak. Bila benar-benar berjalan, ujarnya, maka tak ada gunanya seorang wajib pajak repot-repot memindahkan hartanya ke luar negeri. Alasannya, negara yang bersangkutan akan melaporkan adanya kegiatan perbankan yang terjadi. Apalagi negara-negara suaka pajak. "Bank-bank Himbara dukuh penuh dimulai dengan sosialisasi dan internaliasi dan hingga implementasi. Sebagaimana kami lakukan masa soislasasi amnesti pajak yang lalu," kata Haru.

Pemerintah mencatat, jumlah saldo rekening yang menyimpan saldo di atas Rp 200 juta sebanyak 2,3 juta rekening atau 1,14 persen dari jumlah penabung di Indonesia. Sementara jumlah rekening dengan nilai yang sama yang tersimpan di Bank BRI sebanyak 100 ribu rekening.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement