Selasa 30 May 2017 18:03 WIB

Pemerintah tak akan Tambah Subsidi di APBN 2018

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani
Foto: Rosa Panggabean/Antara
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah tidak berencana menambah alokasi subsidi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 mendatang. Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menyebutkan, pemerintah tetap akan fokus menyalurkan anggarannya untuk pembangunan infrastruktur dan pemerataan ekonomi. Besaran subsidi, kata dia, akan dipatok di kisaran yang sama seperti APBN 2017.

Askolani mengungkapkan bahwa alokasi anggaran tertinggi tetap diberikan kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Sosial yang melaksanakan Program Keluarga Harapan (PKH). Pemerintah akan menambah alokasi untuk PKH pada 2018 nanti. Sementara subsidi hanya akan mengalami penajaman dengan memperketat penyalurannya agar tepat sasaran.

"Asumsinya kalau bisa deviasinya tidak banyak (agar subsidi tidak jebol). Kebijakan yang sesuai harus berjalan. Kalau ditunda, malah sebabkan pergeseran subsidi," kata Askolani di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (30/5).

Sementara untuk APBN Perubahan 2017, Askolani menyebutkan bahwa pemerintah belum menyepakati pos-pos mana saja yang akan diubah. Mengacu pada sejumlah asumsi makro yang dinamis, termasuk harga minyak dunia, maka perubahan APBN menurutnya bisa saja terjadi. "Namun belum tahu yang mana saja," ujar Askolani.

Hal senada juga diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution. Menurutnya, poin-poin perubahan dalam APBNP 2017 belum lah final. "Arahan Presiden cukup banyak. Nanti lah dijelaskan," katanya.

Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR Adisatrya Suryo Sulisto menilai bahwa target pertumbuhan ekonomi yang dipasang pemerintah di angka 5,4 hingga 6,1 persen di tahun depan harus sejalan dengan target pemerintah dalam menekan angka kemiskinan dan kesenjangan antar daerah. Sementara untuk angka inflasi yang dipasang di level 3,5 persen, ia mendesak pemerintah untuk memperlancar distribusi pangan dan mewaspadai perubahan iklim yang bisa berimbas pada permintaan. "Sementara untuk ICP di level 45-60 dolar AS per barel, pemerintah harus waspadai geopolitik global, terutama isu terorisme," katanya.

Selain itu dari sisi penerimaan, Adisatrya mengingatkan pemerintah bahwa 85 persen penerimaan negara masih ditopang oleh penerimaan pajak. Artinya, kata dia, pelaksanaan amnesti pajak yang rampung Maret 2017 lalu harus bisa memberikan nilai tambah berupa kenaikan wajib pajak dan kepatuhan yang membaik.

"Sementara dari sisi belanja, pemerintah harus prioritaskan belanja langsung yang dirasakan rakyat. Kami apresiasi langkah pemerintah akselerasi belanja infrastruktur sehingga bisa menekan biaya logistik," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement