REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komite Daging Sapi Jakarta Raya Sarman Simanjorang menilai merangkaknya harga daging sapi di sejumlah daerah disebabkan oleh pasokannya yang tak seimbang. Sebab, seperti diketahui, pemerintah melalui Bulog kini hanya fokus menyediakan daging kerbau beku.
Sarman khawatir, usaha pemerintah yang ingin memberikan alternatif sumber protein hewani tersebut belum dapat diterima semua masyarakat sehingga permintaan akan daging sapi tetap tinggi. "Yang disampaikan pemerintah stok daging kerbau berlimpah. Ketersediaan sapi impor sama tidak?" ujarnya, saat dihubungi Republika, Senin (29/5).
Karenanya, ia meminta agar pemerintah menambah pasokan daging sapi hingga stoknya paling tidak sama dengan daging kerbau.
Sarman menyebut, konsumsi daging di masyarakat biasanya meningkat 30 persen di pekan pertama Ramadhan. Kemudian, sepekan jelang Idul Fitri, permintaan akan daging biasanya melonjak hingga 200 persen. Lonjakan ini karena masyarakat dan industri pengolahan makanan akan menyetok kebutuhan daging mereka selama libur lebaran.
Saat ini, Bulog menguasai 35 ribu ton daging kerbau beku. Sementara stok daging sapi beku yang ada di Bulog hanya tersisa 280 ton.
Meski stok daging sapi menipis, perusahaan milik negara tersebut belum memiliki rencana untuk menambah pasokan. Justru, dalam waktu dekat Bulog akan kembali mendatangkan 51 ribu ton daging kerbau impor dari India.