Ahad 28 May 2017 09:50 WIB

Produk Kayu Ringan Indonesia Serbu Pasar Eropa

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Kayu olahan (ilustrasi).
Foto: Antara/Kasriadi
Kayu olahan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Produk kayu ringan (light wood) Indonesia mencatat estimasi transaksi 22,5 juta dolar AS dalam Pameran Interzum yang berlangsung pada 16-19 Mei di Cologne, Jerman. Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (Ditjen PEN) Kementerian Perdagangan Arlinda menegaskan, keikutsertaan ini merupakan upaya agar kayu Indonesia dapat semakin diterima di pasar Jerman dan lebih luas di pasar Eropa. Apalagi, produk kayu ramah lingkungan yang berasal dari hutan yang berkesinambungan merupakan kunci sukses produk kayu Indonesia di Eropa.

“Melihat karakteristik pasar Eropa yang peduli pada kelestarian lingkungan hidup, maka dengan adanya penerapan lisensi Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT) oleh Indonesia, daya saing produk kayu Indonesia akan semakin meningkat, khususnya di pasar Eropa,” ujar Arlinda dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Ahad (28/5).

Selama empat hari penyelenggaraan pameran, Paviliun Indonesia tampil memukau dengan desain khusus berkonstruksikan kayu ringan yang ramai dikunjungi pembeli mancanegara. Pengunjung tidak hanya datang dari kawasan Uni Eropa, melainkan juga dari benua Amerika, Asia, Afrika, maupun Australia. Selain capaian estimasi transaksi, produk kayu ringan Indonesia juga menarik sebanyak 404 inquiries.

Ekspor kayu dan produk kayu Indonesia ke Uni Eropa periode 2012-2016 mengalami tren pertumbuhan positif sebesar 3,19 persen dengan total nilai ekspor mencapai 1,03 miliar dolar AS pada 2016. Sementara nilai ekspor kayu dan produk kayu ke Jerman pada 2016 sebesar 170,78 juta dolar AS. Adapun pada Januari-Februari 2017, ekspor kayu dan produk kayu Indonesia juga meningkat 0,35 persen dengan nilai ekspor 1,62 miliar dolar AS. Nilai ekspor per Januari-Februari 2017 untuk komoditas utama produk industri kehutanan, yaitu kertas sebesar 559,70 juta dolar AS (34 persen), plywood 351,24 juta dolar AS (22 persen), pulp 235,64 juta dolar AS (15 persen), furnitur 227,61 juta dolar AS (14 persen), dan kayu olahan 175,58 juta dolar AS (11 persen).

Capaian tersebut menunjukkan bahwa kesempatan para eksportir Indonesia untuk memasok produk kayu ke Jerman dan Uni Eropa sangat terbuka lebar. Jerman adalah importir terbesar keempat untuk kayu dan produk kayu dari seluruh dunia, mengungguli Inggris, Italia, dan Prancis. Arlinda optimistis melalui Pameran Interzum tersebut, produk-produk Indonesia yang belum banyak dikenal dapat dipromosikan pada calon mitra bisnis di sana.

“Pameran Interzum merupakan salah satu pameran terkemuka dunia yang memamerkan furnitur dan desain interior. Lewat keikutsertaan pada pameran ini diharapkan juga dapat memperkuat branding produk kayu Indonesia yang berkualitas dan ramah lingkungan,” kata Arlinda.

Partisipasi Indonesia pada pameran ini merupakan implementasi dari perjanjian kerjasama (MoU) antara Ditjen PEN Kemendag dengan Import Promotion Desk (IPD) Jerman yang ditandatangani pada kegiatan Trade Expo Indonesia (TEI) 2016 silam. IPD memandang Indonesia memiliki peluang yang sangat besar untuk menjadi negara perintis penciptaan dan pengekspor kayu ringan inovatif ke pasar Eropa.

Perusahaan kayu Indonesia yang berkesempatan tampil pada Paviliun Indonesia di pameran ini adalah PT. Abioso Batara Alba, PT. Pinako Rotari Permai, PT. Rama Gombong Sejahtera, PT. Sumatera Timberindo Industry, PT. Sumber Mas Indah Plywood, dan PT. Tanjung Timberindo Industri. Keenam perusahaan ini membawa beragam produk yang berbahan baku kayu ringan.

Sementara itu dari kalangan dunia usaha, Wakil Ketua Umum IbcA (Indonesia Barecore Association) Sumardji Sarsono yang hadir pada pameran Interzum juga mendukung pelaksanaan skema lisensi FLEGT antara Indonesia dan Uni Eropa. Dia mengatakan, skema ini menjadikan produk kayu Indonesia yang bersertifikat SVLK tidak perlu lagi melalui proses uji tuntas (due diligence) dan secara otomatis akan masuk melalui green lane kepabeanan negara tujuan di Uni Eropa sehingga menghasilkan efisiensi waktu dan biaya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement