REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Berdasarkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) kali ini, bank sentral menyatakan nilai tukar rupiah bergerak menguat sepanjang kuartal pertama 2017. Bahkan relatif stabil pada April lalu.
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, pada kuartal I 2017 nilai tukar rupiah, secara point to point (ptp), menguat sebesar 1,1 persen ke level Rp13.326 per dolar AS. "Sepanjang April 2017, rupiah relatif stabil dan ditutup pada level Rp13.329 per dolar AS," ujarnya di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis, (18/5).
Penguatan rupiah itu, menurutnya, didukung oleh berlanjutnya aliran masuk modal asing sejalan dengan perbaikan outlook sovereign rating, data makroekonomi yang positif, dan sentimen positif terhadap prospek ekonomi Indonesia. "Ke depan, Bank Indonesia akan tetap melakukan langkah-langkah stabilisasi untuk mendorong nilai tukar yang sesuai nilai fundamentalnya dengan tetap menjaga bekerjanya mekanisme pasar," jelas Perry.
Ia menambahkan, Inflasi pun tetap terkendali dan berada dalam kisaran sasaran inflasi 2017 yaitu 4±1 persen. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada April 2017 mencatat inflasi sebesar 0,09 perseb (mtm) atau 4,17 persen (yoy).
Inflasi IHK terutama masih bersumber dari komponen administered prices yang mengalami inflasi sebesar 1,27 persen (mtm) atau 8,68 persen (yoy). Didorong oleh penyesuaian tarif listrik tahap dua untuk pelanggan pascabayar daya 900 VA nonsubsidi, penyesuaian tarif angkutan udara, harga bensin, dan rokok.
Sementara itu, inflasi inti tercatat rendah sebesar 0,13 persen (mtm) atau 3,28 persen (yoy), sejalan dengan masih terbatasnya permintaan domestik, terkendalinya ekspektasi inflasi, dan menguatnya nilai tukar rupiah. Di sisi lain, kelompok volatile food tercatat mengalami deflasi sebesar 1,26 persen (mtm) atau 2,66 persen (yoy) seiring dengan melimpahnya pasokan karena panen raya.
"Ke depan, koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam pengendalian inflasi akan terus diperkuat terutama dalam menghadapi sejumlah risiko terkait penyesuaian administered prices," jelas Perry. Menurutnya, itu sejalan dengan kebijakan lanjutan reformasi subsidi energi oleh Pemerintah, dan risiko kenaikan harga volatile food menjelang bulan puasa.
Dirinya mengatakan, stabilitas sistem keuangan tetap kuat didukung oleh ketahanan industri perbankan dan pasar keuangan yang terjaga. Pada Maret 2017, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan tercatat 22,7 persen, dan rasio likuiditas (AL/DPK) berada pada level 22,0 persen.
Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tercatat 3,0 persen (gross) atau 1,3 persen (net). "Masih terjaga walau pada April ada kenaikan menjadi 3,07 persen dari Maret yang hanya 3,04 persen, "tambahnya.Perry menuturkan, transmisi pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial membaik meski belum optimal sejalan dengan kehati-hatian bank dalam mengelola risiko kredit.
Pertumbuhan kredit pada Maret 2017 pun tercatat 9,2 persen (yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya 8,6 persen (yoy). Didorong oleh peningkatan kredit berdenominasi valas dan untuk segmen korporasi. Pertumbuhan kredit yang mulai membaik diharapkan terus berlanjut seiring aktivitas ekonomi yang meningkat.
Selanjutnya, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Maret 2017 tercatat 10,0 persen (yoy), meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya 9,2 persen (yoy). "Sejalan dengan perkiraan meningkatnya kegiatan ekonomi dan masih berlanjutnya dampak pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial yang telah dilakukan sebelumnya,"tutur Perry.
Ia menyatakan, pertumbuhan kredit dan DPK pada 2017 diperkirakan lebih tinggi. Masing-masing berada dalam kisaran 10-12 persen dan 9-11 persen.