Selasa 16 May 2017 23:25 WIB

Pemerintah Masih Diskusikan Ekspor CPO ke Eropa

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Yudha Manggala P Putra
Pekerja melakukan bongkar muat minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (19/9).(Republika/Prayogi)
Foto: Prayogi/Republika
Pekerja melakukan bongkar muat minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (19/9).(Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Perencanaan dan Pengembangan Pendanaan Pembangunan Bappenas Kennedy Simanjuntak mengatakan, hingga saat ini pihak pemerintah masih mencoba berdiskusi untuk bisa melakukan ekspor crude palm oil (CPO) ke negara negara anggota Uni Eropa. Menurutnya pihak negara anggota Uni Eropa masih belum sepakat terkait sertifikasi minyak sawit mentah.

Kennedy menjelaskan untuk bisa masuknya CPO ke pasar Eropa masih menjadi pembahasan. Kennedy mengatakan pihak negara di Uni Eropa masih belum bisa memahami maksud sertifikasi CPO. Padahal, Indonesia menurut Kennedy merupakan produsen minyak sawit mentah terbesar di dunia bersama Malaysia.

"Kita kembangkan sertifikasi Indonesia sendiri. Ini jadi pemahaman bersama. Ini salah satu keberhasilan kita dan mereka kalau bisa memahami itu," ujar Kennedy saat ditemui di Hotel Le Merredien, Selasa (16/5).

Kennedy mengatakan pekan depan Indonesia mengundang pihak parlemen Eropa untuk bisa membahas masuknya CPO Indonesia ke pasar Eropa. Ia mengatakan jika pembahasan ini selesai, maka Indonesia bisa merambah pasar Benua Biru untuk produksi CPO.

Di satu sisi, Uni Eropa masih belum sepakat atas ekspor CPO dari Indonesia dikarenakan isu lingkungan yang masih menjadi perhatian Uni Eropa. Meski begitu, sebelumnya Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan permintaan minyak sawit mentah malah meningkat.

Enggar mengatakan, peningkatan permintaan ekspor bahkan menyentuh angka 15 persen hingga 20 persen. Bahkan, permintaan terhadap CPO dari Italia termasuk tinggi. Pada 2016 permintaan ekspor CPO tercatat hingga 3 triliun dolar AS.

Permintaan ekspor CPO hanya turun di dua negara, Cina dan India. Hal itu karena kedua negara tersebut memiliki cadangan minyak jenis lain sebagai pengganti CPO. Namun, Enggar yakin penurunan permintaan itu tak akan bertahan lama. "Kita sepakati, mereka akan bantu mempercepat perundingan antara Indonesia dan UE yang kami targetkan tahun ini bisa final," ujar Enggar kemarin.

Seperti diketahui, awal April lalu parlemen Uni Eropa mengeluarkan resolusi sawit dan melarang biodiesel berbasis kelapa sawit dari Indonesia. Alasannya, pekebunan kelapa sawit di Indonesia dinilai menciptakan deforestasi, korupsi, pekerja anak, dan pelanggaran HAM.

Meski ada resolusi sawit, menurut Enggar, ekspor CPO Indonesia ke Eropa dan Amerika Serikat bahkan meningkat karena memang dibutuhkan hingga mencapai 15 persen-20 persen pada bulan ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement