Kamis 04 May 2017 03:24 WIB

Pemerintah Pinjam Dana Sawit, Pengamat Nilai Cacat Prosedural

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Budi Raharjo
Pekerja melakukan bongkar muat minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (19/9).(Republika/Prayogi)
Foto: Prayogi/Republika
Pekerja melakukan bongkar muat minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (19/9).(Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pinjaman dana Badan Pengelola Dana Sawit (BPDP) oleh pemerintah seharusnya tidak terjadi. Sebab, pinjaman tersebut dinilai cacat prosedural secara administrasi fiskal.

Peneliti hukum dari Yayasan Auriga Syahrul Fitra menjelaskan, secara aturan fiskal, dana BPDP yang berasal dari pungutan ekspor sawit merupakan PNBP yang dananya di kelola oleh BLU BPDPKS. Pengelolaan dananya memakai skema pengelolaan dana BLU.

Secara prinsip fiskal, kata dia, ada ketentuan pengelolaan dana harus melalui rencana anggaran dan belanja (RAB) yang disusun sebagai pagu belanja. Karena ini merupakan dana sektoral, dalam hal ini sawit alokasinya harus sektoral juga dan harus sesuai dengan ketentuan UU No 39/2014 tentang Perkebunan.

"Disana tak ada skema untuk memberikan pinjaman untuk pemerintah seperti pernyataan Sri Mulyani, ini secara prosedur tak bisa dilakukan oleh BPDPKS," katanya kepada Republika, Rabu (3/5).

Ia mengatakan, untuk alokasi subsidi biofuel saja masih diperdebatkan apalagi untuk skema pinjaman ke Kementerian Keuangan, ini jadi preseden buruk dalam pengelolaan dana oleh BPDPKS

Pada prinsipnya, dana perkebunan sawit telah diatur oleh UU No. 39/2014 tentang perkebunan. Peraturan tersebut menjelaskan, pemerintah bisa melakukan penghimpunan dana perkebunan melalui pungutan ekspor dan iuran. "Jadi secara legalitas jelas ini diatur dalam undang-undang," tambah Syahrul.

Tapi, dalam UU itu juga dijelaskan bahwa dana tersebut hanya diperuntukan untuk peremajaan, penelitian, pengembangan SDM, pengadaan sarana dan prasarana dan promosi yang terkait sawit. Tidak ada peruntukan dana untuk subsidi biofuel.

Tapi, berdasarkan temuan KPK, justru 89 persen alokasi dana untuk subsidi biofuel. Hal ini dianggap KPK sebagai bagian dari indikasi korupsi, mengingat sebagian besar dana hanya jatuh ke tiga perusahaan besar. "Kan, jadi aneh jika dana yang seharusnya sudah diatur melalui UU Perkebunan hanya diberikan kepada tiga perusahaan besar sawit," katanya.

Sementara itu Direktur Utama BPDP Dono Boestami berterimakasih atas kajian yang dilakukan oleh KPK. KPK pun memberikan beberapa usulan atau rekomendasi untuk perbaikan BPDP ke depannya. "Sudah kami laksanakan usulan tersebut," ujar dia.

Salah satu rekomendasi dari KPK adalah perlunya poses verifikasi sistem yang diakui Dono telah dibangun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement