REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Rabu (3/5) pagi bergerak menguat sebesar 13 poin menjadi Rp 13.292, dibandingkan sebelumnya pada posisi Rp 13.305 per dolar AS.
Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta mengatakan bahwa data ekonomi Amerika Serikat yang belum sesuai harapan serta estimasi pasar terhadap bank sentral AS (The Fed) belum akan menaikkan suku bunga acuannya pada pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pekan ini kembali menekan dolar AS.
"Harapan bahwa The Fed belum akan menaikkan suku bunga menekan dolar AS," katanya di Jakarta, Rabu (3/5).
Ia menambahkan bahwa data tingkat pertambahan tenaga kerja ADP AS yang diperkirakan melambat juga turut menjadi salah satu faktor yang menahan laju dolar AS terhadap mayoritas mata uang dunia. Menurut dia, dolar AS yang cenderung melemah itu menjadi pendorong rupiah dibandingkan sentimen domestik yang justru sedang diliputi ekspektasi kenaikan inflasi serta ketidakpastian pengumuman peringkat utang oleh Standard & Poor's (S&P).
Analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada menambahkan bahwa nilai tukar rupiah yang menguat juga seiring dengan harapan perbaikan ekonomi dalam negeri pada tahun 2017 ini. "Data ekonomi domestik yang telah dirilis direspon positif pelaku pasar uang, situasi itu menjadi momentum bagi rupiah membuka peluang kenaikan," katanya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada April 2017 mengalami inflasi sebesar 0,09 persen, maka inflasi tahun kalender Januari-April 2017 telah mencapai 1,28 persen dan inflasi secara tahunan (year on year) sebesar 4,17 persen.
Sementara itu, lanjut dia, pemerintah yang tetap optimistis terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini akan lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya menjaga rupiah untuk jangka panjang.