Selasa 02 May 2017 16:50 WIB

Jadi Saksi Kasus BLBI, Rizal Ramli Tuding IMF Perparah Krisis

Rep: Santi Sopia/ Red: Nur Aini
Rizal Ramli (Ilustrasi)
Foto: Republika/Da'an Yahya
Rizal Ramli (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri Indonesia sekaligus mantan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli menyebut Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tidak bisa dipisahkan dari peran International Monetary Fund (IMF) alias Dana Moneter Internasional. Hal itu disampaikan Rizal usai diperiksa sebagai saksi kasus BLBI oleh KPK, Selasa (2/5).

"Saya jelaskan, seperti diketahui, Asia mengalami krisis moneter 1997/1998. Kalau kita tidak mengundang IMF, ekonomi anjlok enam persen paling nggak 0 persen, tapi saat itu Menko (Ekonomi) ngundang IMF,  akibatnya ekonomi Indonesia anjlok hingga 13 persen," ujar Rizal.

Rizal mengaku pada 1997 pernah diundang sebagai ekonom oleh pemerintah untuk memberikan saran. Dia mengaku termasuk ekonom yang menolak kehadiran IMF.

"Karena sesuai pengalaman di Amerika, IMF malah bikin lebih rusak. Begitu IMF masuk, IMF menyatankan tingkat bunga dinaikkan dari rata-rata 18 persen jadi 80 persen, maka jadi banyak bank yang bangkrut," kata dia.

IMF memerintahkan pemerintah menutup 16 bank kecil pada 1998. Saat itu rakyat sulit memercayai bank apalagi swasta, karenanya banyak bank yang nyaris bangkrut. Akhirnya pemerintah terpaksa menyuntik 80 miliar dolar AS untuk BLBI. Bantuan tersebut termasuk salah satu penyelamatan bank terbesar di dunia saat itu.

Begitu dirinya menjabat sebagai Menko Perekonomian pada 2000, dilakukan evaluasi agar semua penerima atau obligor yang dapat suntikan BLBI untuk menyerahkan personal garansi. Sebab ia menilai ada kelemahan pada kebijakan saat pemerintahan Presiden B.J Habibie di mana obligor BLBI boleh membayar dengan aset yang dimiliki.

Rizal juga mengaku pernah diminta KPK untuk menyampaikan hal yang sama, terkait kebijakan pada pemberian BLBI ini. Menurutnya, KPK ingin lebih mendalami lagi proses dan mekanisme lahirnya kebijakan Surat Keterangan Lunas (SKL) bagi obligor BLBI.

Rizal menyebut memang banyak ahli hukum yang memahami persoalan pidana, tetapi relatif kurang memahami lahirnya suatu kebijakan pemerintah, khususnya di sektor ekonomi. Padahal apabila kebijakan di sektor ekonomi proses dan landasan hukum dan filosofinya salah, selain bisa berdampak luas dan merugikan masyarakat bisa  berbagai skandal korupsi.

"Itulah sebabnya saya berpendapat bahwa kebijakan bisa dipidana apabila dalam kajiannya mengandung aspek-aspek kriminal yang biasa saya sebut sebagai crime kebijakan kriminal, karena memang didesain untuk hal-hal yang buruk," ujar dia.

Rizal juga pernah diminta menjelaskan lika-liku lahirnya kebijakan bailout Bank Century pada 2009. Saat itu, ia diminta KPK menjelaskan ihwal bailout Bank Century.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement