Kamis 27 Apr 2017 16:24 WIB

Serikat Pekerja Sebut 800 Karyawan Tetap Freeport Dirumahkan

Rep: Frederikus Bata/ Red: Nur Aini
Ladang tambang terbuka yang dikelola PT Freeport Indonesia di Grasberg, Tembagapura, Timika, Papua.
Foto: Antara
Ladang tambang terbuka yang dikelola PT Freeport Indonesia di Grasberg, Tembagapura, Timika, Papua.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA --  PT Freeport Indonesia masih merumahkan karyawannya meski telah mendapatkan izin ekspor konsentrat dari pemerintah. Sekretaris Hubungan Industrial Serikat Pekerja PTFI, Tri Puspital, mengatakan sejauh ini sebanyak 800an pekerja tetap telah dirumahkan ditambah karyawan kontraktor sekitar 2.000 orang.

"Ini kita masih dalam pembahasan, tetap, mereka (PTFI) akan melakukan terus," kata Tri saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (27/4).

Perwakilan pekerja, kata Tri, terus berundining dengan perusahaan, difasilitasi oleh muspida Kabupaten Mimika, dan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan, Haiyani Rumondang. Ia dan rekan-rekannya mengaku sudah mengetahui PTFI secara resmi bisa melakukan kegiatan eskpor lagi.

"Kami berharap teman-teman yang dirumahkan, dikembalikan (kerja), sampai saat ini belum ada titik temu," tuturnya.

Ia tidak mengetahui secara pasti ketika ditanya mengenai jumlah yang diPHK saat ini. Namun, kata TRi, di antara karyawan yang di PHK tersebut, ada yang menjalani secara sukarela. Para pekerja yang di-PHK secara sukarela tersebut mendapat kompensasi delapan hingga 14 kali gaji pokok.

Mengenai perayaan hari buruh pada 1 Mei nanti, para pekerja PTFI akan melakukan  mogok kerja jika belum ada keputusan menghentikan kebijkan merumahkan karyawan. Tri menerangkan aksi akan di lakukan di Mimika dan Jakarta.

"Kalau di Mimika bisa di sekreariat masing-masing atau pawai keliling, kalau di Jakarta dari patung kuda sampai Istana Negara," tuturnya.

Ia menjelaskan tuntutan aksi di Mimika akan meminta PTFI menghentikan kebijakan merumahkan karyawan, kemudian mengembalikan lapangan kerja pekerja-pekerja tersebut seperti semula. Sementara untuk skala nasional antara lain, tuntutan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78/2015 tentang Pengupahan, menolak revisi UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. "Juga termasuk tuntutan lokal kami juga suarakan di Jakarta," ujar Tri.

Terkait hal ini, Republika sudah mengkonfirmasi ke juru bicara PTFI, Riza Pratama. Namun belum ada penjelasan dari yang bersangkutan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement