REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank OCBC NISP melaporkan kinerja keuangan kuartal pertama 2017. Hasilnya, perusahaan mencatatkan pertumbuhan aset sebesar 21 persen menjadi Rp 143,9 triliun per 31 Maret 2017, sebelumnya Rp 119,4 triliun pada periode sama tahun 2016.
Selanjutnya, Dana Pihak Ketiga (DPK) juga tumbuh sebesar 22 persen menjadi Rp 109,7 triliun pada kuartal pertama tahun ini. Sebelumnya hanya Rp 89,6 triliun pada akhir Maret 2016.
Presiden Direktur Bank OCBC NISP Parwati Surjaudaja menyatakan, kinerja Bank OCBC NISP pada kuartal I 2017 ini melanjutkan tren yang positif. "Keberhasilan ini juga didorong oleh kualitas aset yang tetap terjaga sehat dengan rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) net sebesar 0,8 persen," kata dia, Rabu, (26/4).
Dengan pencapaian tersebut, Parwati optimis dapat menjalankan perencanaan bisnis sesuai yang telah dicanangkan pada awal tahun. Apalagi, laba bersih OCBC NISP pun tumbuh 23 persen year on year (yoy) atau menjadi Rp 563 miliar pada kuartal I tahun ini.
Dari sisi penyaluran kredit, tercatat peningkatan penyaluran kredit (gross) sebesar 11 persen. Dengan begitu menjadi Rp 94,5 triliun pada akhir kuartal I tahun 2017, sebelumnya Rp 85,1 triliun pada periode yang sama di 2016.
“Menutup kuartal I, sebagai bank Gateway, Bank OCBC NISP berhasil menghimpun total uang tebusan tax amnesty sebesar Rp 2,3 triliun serta dana repatriasi sebesar Rp 8,5 triliun," tuturnya. Menurut Parwati, industri perbankan akan menjadi salah satu tonggak utama dalam memberikan solusi keuangan bagi investor khususnya untuk perorangan dan korporasi.
Salah satunya dengan penerapan Automatic Exchange of Information (AEOI) dan Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) di awal 2018. "Bank akan melihat ini sebagai peluang untuk menarik dana dan transaksi yang masih berada di luar negeri untuk masuk ke Indonesia,” tambah Parwati.
Perlu diketahui, pada kuartal pertama tahun ini, OCBC NISP juga berhasil menjaga rasio-rasio keuangan utamanya pada level baik. Rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) tercatat 18,2 persen, Return On Equity (ROE) 11,5 persen,Return On Asset (ROA) 2,1 persen dan rasio kredit bermasalah neto (netNPL) yang stabil sebesar 0,8 persen jauh di bawah ketentuan Bank Indonesia sebesar 5 persen.