Kamis 27 Apr 2017 05:57 WIB

Rasio Pembiayaan Bermasalah BPRS Ditargetkan Turun Jadi 7 persen

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Budi Raharjo
BPRS, ilustrasi
BPRS, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) menargetkan rasio pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing/NPF) Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dapat turun di kisaran 7,0-8,0 persen yoy. Adapun hingga tiga bulan pertama ini NPF BPRS telah mencapai 9,0 persen.

Ketua Kompartemen BPRS DPP Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Cahyo Kartiko menjelaskan, NPF umumnya baru akan turun pada menjelang akhir tahun. "Kita harap NPF bisa turun dalam kisaran 7-8 persen. Minimal di bawah NPF Desember 2016 yang sebesar 8,6 persen,"kata Cahyo pada Republika, Rabu (26/4).

Cahyo mengakui bahwa NPF BPRS memang sulit untuk ditekan untuk dapat mendekati batas regulator yaitu 5,0 persen. Apalagi sebelumnya kondisi ekonomi tidak begitu bagus. Kendati begitu, ia memantau bahwa trennya semakin membaik dan meyakini industri akan dapat menekan NPF lebih rendah.

Untuk tahun ini, pihaknya tengah merumuskan model bisnis yang tepat untuk BPRS. Sebab pada umumnya NPF yang tinggi dikarenakan banyak BPRS yang menyasar segmen yang sebenarnya bukan keahliannya, atau mengikuti segmen konvensional. Model bisnis ini akan mencontoh dari beberapa BPRS yang sudah berhasil mempraktekkannya, seperti BPRS Mitra Agro Usaha di Lampung dan BPRS Amanah Ummah di Bogor.

Direktur Utama BPRS Mitra Agro Usaha Mat Amin mengatakan, sejak konversi menjadi syariah pada 2013 lalu, BPRS Mitra Agro memfokuskan diri pada penyaluran pembiayaan ke sektor mikro. "Sampai sekarang Alhamdulillah pembiayaan dan laba terus meningkat. Walaupun kami masih tergolong kecil dari BPRS lain karena aset baru Rp 13 miliar,"ujar Amin.

Amin menuturkan, saat dikonversi menjadi syariah, ia langsung menerapkan strategi jemput bola dan perbanyak sosialisasi agar masyarakat lebih paham dengan syariah. Target nasabah ke pelaku usaha mikro, dilakukan dengan jemput bola untuk tabungan langsung ke nasabah. Sehingga pembayaran pinjaman lancar dengan adanya tabungan, dan rasio NPF hingga tiga bulan pertama masih 0 persen. "Jemput bola tabungan, langsung ke pasar. Jadi pas pembiayaan tidak macet,"kata Amin.

Per kuartal I 2017, pihaknya telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp 8,7 miliar dari target sebesar Rp 11,76 miliar. Sedangkan aset ditargetkan naik menjadi Rp 15,37 miliar.

Sementara itu BPRS Amanah Ummah Bogor yang fokus pada pembiayaan ke pelaku UMKM juga memiliki rasio NPF yang rendah, yakni 1,7 persen. Menurut Direktur Bisnis BPRS Amanah Ummah Bogor, Abduh Khalid, posisi NPF ini naik dari tahun sebelumnya yang di bawah 1,0 persen. "Ini karena terkena dampak perlambatan ekonomi,"kata Abduh.

Kecilnya rasio NPF ini dikarenakan adanya sistem jemput bola untuk tabungan kepada para nasabah. Selain itu, pihaknya fokus pada pembiayaan modal kerja ke sektor UMKM. Untuk strategi bisnis yang dilakukan yakni dengan strategi jemput bola dan pricing yang lebih rendah agar dapat bersaing dengan bank syariah lainnya. "Kalau tidak begitu kami akan kalah bersaing dengan bank-bank di bogor," katanya.

Dengan demikian, rasio NPF dapat terjaga rendah. Adapun outstanding pembiayaan per Maret 2017 yakni sebesar Rp 162 miliar. Sedangkan aset berada di posisi Rp 209 miliar. Pada tahun ini ia optimistis perekonomian akan membaik sehingga ditargetkan outstanding pembiayaan akan mencapai Rp 168 miliar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement