REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin menilai, tema mengatasi kesenjangan yang diangkat Tokoh Perubahan Republika 2016 sangat relevan dengan situasi Indonesia saat ini.
Menurut dia, negara tak boleh abai dan membiarkan kesenjangan terjadi. Ia mengakui ada masalah dalam internal umat Islam yang kaitannya dengan kesenjangan. Hal ini memengaruhi kelemahan umat, seperti pola pikir dan etos kerja.
Namun, kata mantan ketua umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah itu, harus juga diakui bahwa ada peran dari negara yang tidak mendukung. Itulah yang kemudian menciptakan kemiskinan struktural. Artinya, kata dia, tidak semata-mata karena faktor pola pikir rakyat.
"Rakyat jadi miskin justru karena mereka dimiskinkan. Maka perlu aksi keberpihakan, ekonomi konstitusi. Terutama sampai sekarang belum ada UU sistem perokonomian sosial. Indikatornya good will dan political will, kalau tidak, jadi bebas, ketidakadilan sosial makin merajalela," ujar Din saat menghadiri Tokoh Perubahan Republika yang mengangkat "Menggiatkan Ekonomi Berkeadilan untuk Mengatasi Kesenjangan”, Selasa (25/4) malam.
Menurut dia, kegiatan penganugerahan ini juga bermanfaat, selain untuk mengakui prestasi anak bangsa, juga dapat mendorong perubahan maupun mengispirasi perubahan itu sendiri.
"Penguasaan aset nasional oleh segelintir orang tidak bisa dipahami, ada empat taipan yang kekayaannya sama dengan 100 juta rakyat miskin. Sungguh mengenaskan dan masalah ini harus segera diatasi," ujar Din seusai acara.
Karenanya, menurut Din, tokoh-tokoh perubahan yang mendapat penghargaan Republika, meski boleh jadi rumputnya masih kecil, magnitude-nya luas kalau dikembangkan. Ia yakin masih banyak tokoh serupa di kalangan masyarakat yang juga telah membantu negara.
Baca juga, Tokoh Perubahan Republika, Sri Mulyani Janji Perbaiki Kinerja Kemenkeu