REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkembangan perusahaan berbasis keuangan digital atau financial technology (fintech) diyakini bisa mendorong pemerataan ekonomi sekaligus meningkatkan inklusi keuangan. Apalagi, fintech sekaligus bisa menjadi perpanjangan tangan perbankan yang bisa menjangkau masyarakat yang belum tersentuh akses lembaga keuangan.
Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Nonbank (IKNB) I Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Edy Setiadi menyebutkan, OJK memang meyakini keberadaan fintech bisa menjadi salah satu solusi bagi pemerintah untuk meningkatkan inklusi keuangan. Hanya saja, menurutnya, perlu adanya penyempurnaan basis data nasabah yang dilayani fintech untuk memastikan pemerataan berlangsung secara adil.
Edy melanjutkan, penyempurnaan basis data nasabah perusahaan fintech ini sekaligus memastikan bahwa nasabah yang dilayani benar-benar belum tersentuh akses perbankan sebelumnya. Meski begitu, ia menegaskan bahwa OJK bukan bermaksud membatasi perluasan akses yang dilakukan perusahaan fintech, namun lebih memberikan gambaran tentang peluang pasar kepada pelaku fintech.
"Jangan sampai fintech baru, dijadikan alat untuk tutup utang di fintech lainnya. Jadinya hanya gali lubang tutup lubang. Itu tidak sehat," ujar Edy, Jumat (21/4).
Nantinya, seluruh basis data nasabah atau pihak-pihak yang dilayani oleh perusahaan fintech akan tergabung dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang menggantikan Sistem Informasi Debitur (SID). Penyempurnaan basis data ini, lanjut Edy, bisa melacak debitur yang difasilitasi oleh perusahaan fintech.
Tak hanya itu, Edy juga menambahkan bahwa OJK sedang mengkaji keberadaan fintech yang menyalurkan pembiayaan secara langsung dengan sumber dana mandiri. Sistem yang berjalan sebetulnya mirip dengan lembaga pembiayaan pada umumnya.
"Misalnya kalau dia sudah kredit di sana, ya akan tercatat. Kita akan berikan informasi bahwa dia sudah kredit di sana loh. Kita anjurkan perusahaan fintech bisa ikut dalam SLIK supaya dia memahami persis supaya dia nggak kewalahan juga," ujar Edy.
OJK mencatat, total perusahaan fintech yang ada di Indonesia berjumlah 160 unit. Dari angka tersebut, sebanyak 28 perusahaan fintech yang bergerak di bidang peer to peer lending.
Edy menyebutkan bahwa pendaftaran perusahaan fintech ke OJK memang harus melalui tahapan sertifikasi yang juga disinergikan dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo). Namun, ia menegaskan bahwa OJK memberi kemudahan bagi perusahaan fintech yang ingin mendaftar diperbolehkan mengajukan pendaftaran ke OJK sebelum mengambil sertifikasi dengan Kemenkominfo. Targetnya, seluruh fintech bisa terdaftar di semester pertama tahun ini.
"Sepanjang dia ke sana belum disertifikasi, namun ada keinginan untuk mendaftar ya silakan daftar dulu. Dimudahkan lah. Karena setiap fintech tidak seragam ya. Segmentasi juga berbeda," katanya.