Jumat 21 Apr 2017 09:52 WIB

BCA Nilai Ada Geliat Ekonomi Dukung Kinerja Perbankan

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nur Aini
Presiden Direktur Bank BCA Jahja Setiaatmadja
Foto: Agung Surpiyanto/Republika
Presiden Direktur Bank BCA Jahja Setiaatmadja

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengungkapkan beberapa proyeksinya terkait pertumbuhan ekonomi nasional di tahun ini. Menurutnya, perekonomian Indonesia ke depan harus dipandang secara optimis.

Ia bercerita, sebelumnya sempat bertemu dengan beberapa pengusaha yang bergerak di komoditas pertambangan. "Menurut mereka, sebelumnya batu bara sempat sentuh 30 sampai 40 dolar AS per ton tapi sekarang sudah naik jadi 60 sampai 70 dolar AD per ton," ujarnya, kepada wartawan, Kamis (20/4).

Jahja mengatakan, CPO pun sebelumnya turun menjadi 400 dolar AS, tetapi kemudian naik 800 dolar AS, dan sekarang terkoreksi menjadi 700 dolar AS. Para pengusaha pertambangan dan perkebunan pun ingin berinvestasi untuk mengembangkan kembali sektor tersebut.

"Hal itu didukung beberapa story yang melihat optimisme-optimisme mulai meningkat. Seperti permintaan kapal tongkang mulai banyak, permintaan alat berat yang sempat menghilang juga mulai ada permintaan meningkat," kata Jahja.

Dia mengaku optimistis dengan kembali bergeraknya berbagai industri, semua akan membutuhkan pekerja, sebab tidak semua industri hanya menggunakan mesin. Ia memprediksi perekrutan tenaga kerja baru akan terjadi setelah Lebaran.

Menurutnya, bila tenaga kerja meningkat, daya beli juga baik. "Mereka pasti akan lakukan spending, ada geliat baru, tapi jangan harap seperti di puncak keemasan di 2012-2013. Hanya saja dibandingkan kelesuan selama ini, itu ada harapan," tutur Jahja.

Dengan begitu, katanya, perekonomian Indonesia diharapkan bisa sedikit terbangun. Pengaruhnya bagi perbankan pun ke peningkatan kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK).

Jahja pun mengapresiasi kinerja pemerintah, yang sudah menjalankan beberapa proyek infrastruktur di tahun ini. Ia menilai beberapa proyek tersebut juga menyerap tenaga kerja, namun dari segi likuiditas rupiah harus diamati. Hal ini karena kebutuhan likuiditas untuk infrastruktur sangat besar.

"Di BCA mungkin nanti ada pembiayaan infrastruktur yang akan memakan likuiditas. Jadi harus diseimbangkan antara likuiditas dan DPK (Dana Pihak Ketiga)," ujar Jahja. Ia menegaskan likuiditas BCA masih sangat cukup untuk biayai berbagai proyek infrastruktur, karena rasio kredit terhadap pendanaan (LFR) perseroan masih sangat longgar yakni sebesar 75,1 persen.

Meski begitu, ia menyatakan tahun ini akan masuk ke berbagai sektor bila ada kesempatan. "Kita tidak memiliki pembiayaan di sektor mana yang prioritas. Kalau bisa dan kalau ada kesempatan kita pengen masuk ke semua sektor karena likuiditas kita masih sangat cukup," kata Jahja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement