Kamis 20 Apr 2017 19:47 WIB

Kongres Ekonomi Umat, Arus Baru Ekonomi Indonesia

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin (keempat kiri) dan Ketua Pelaksana Kongres Ekonomi Umat Lukmanul Hakim (ketiga kiri) menyampaikan keterangan kepada wartawan usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (31/3).
Foto:

Kesenjangan

Menurut Azrul, latar belakang diselenggarakannya kongres ini karena melihat adanya kesenjangan cukup tajam antara pengusaha besar dan pelaku UMKM. "Kesenjangan ini tidak hanya terhadap kepemilikan akses sumber ekonomi seperti tanah dan sumber daya manusia, tetapi juga kesenjangan pendapatan. MUI melihat, jika ini terus berlanjut, maka akan terjadi kesenjangan dan gejolak sosial. Karenanya, kita merasa perlu memperkecil kesenjangan tersebut," ucap dia.

Namun, solusi untuk masalah ini, tidak bisa hanya dengan mengurangi kekayaan si pengusaha besar. Melainkan, perlu ada jalan keluar untuk meningkatkan pendapatan pengusaha kecil. Ini dapat dilakukan dengan distribusi sumber ekonomi, seperti meningkatkan pendapatan masyarakat kelas bawah dan distibusi sumber ekonomi secara merata.

Azrul mengatakan, adanya Kongres Ekonomi Umat merupakan pertama kali dalam sejarah ekonomi umat. Tema yang diangkat pun adalah arus baru ekonomi Indonesia.

"Kita tidak mau mempertentangkan usaha besar dan UMKM ataupun menghadap-hadapkan pribumi dan nonpribumi. Apalagi, hingga terjadi perpecahan anak bangsa seperti 1998-1999. Kongres ini merupakan jalan tengah, sebuah solusi untuk mempertemukan dan saling bersinergi antara kelompok kepentingan usaha besar dan UMKM," kata dia.

Azrul berharap, setelah kongres ini selesai akan terjalin kerja sama yang saling menguntungkan. Dengan begitu, kemitraan yang sebelumnya tidak seimbang, seperti program charity, akan dialihkan kepada pengembangan produktivitas UMKM.

Menurut dia, pada masa depan, aset tidak hanya dikuasai oleh usaha besar atau pasar monopoli, tetapi berusaha terbentuk pasar bersama. Sehingga, industri kecil nantinya dapat memasuki pasar besar bahkan pasar global.

MUI berharap, pasar bebas atau liberal tidak terjadi di Indonesia. Alih-alih, tercipta pasar bersama yang nanti menjadi bagian dari proteksi yang saling menguntungkan.

Azrul mencontohkan, komoditas lokal seperti Rendang, misalnya, dapat diproduksi secara nasional, bahkan dapat diekspor ke luar negeri. Hal ini bisa dilakukan dengan jalinan kerja sama supermarket di Indonesia dan di luar negeri.

Begitu juga dengan pondok pesantrean dan BKMT. Saat ini, banyak usaha pondok pesantren dan BMKT yang secara ekonomi eksis tetapi tidak bisa berkembang atau mengalami stagnan. Adanya kongres ini diharapkan dapat membantu mereka membahas kendala dan kebutuhan untuk dapat berkembang lebih baik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement