REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pilkada serentak 2017 yang diikuti 101 provinsi, kabupaten dan kota di Indonesia diakui pengusaha membawa dampak yang kurang menguntungkan bagi pelaku bisnis ritel. Ketua Umum asosiasi pengusaha ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey mengatakan, efek Pilkada membawa sentimen negatif pada transaksi di bisnis ritel.
Ia menyebut, omzet bisnis ritel selama triwulan pertama 2017 turun 10-12 persen dibanding periode yang sama di tahun 2016. Aprindo meyakini salah satu faktor penyumbang kelesuan tersebut yakni efek Pilkada.
"Sejumlah daerah sedang berkonsentrasi mengikuti Pilkada sehingga masyarakat menahan belanja," ujar Roy, saat dihubungi Republika, Selasa (18/4).
Namun, selain Pilkada, ada dua faktor lain yang diyakini Aprindo juga menjadi pemicu menurunnya transaksi di bisnis ritel, yakni sentimen perpajakan yang terus digencarkan pemerintah serta adanya perubahan gaya hidup masyarakat.
Roy mengatakan, program pengampunan pajak yang telah dimulai pemerintah sejak 2016 lalu sedikit banyak membawa dampak negatif. Sementara itu, Aprindo juga meyakini ada pergeseran perilaku berbelanja di kalangan masyarakat kelas menengah.
Mereka yang biasanya berbelanja dalam jumlah banyak untuk stok satu bulan, Roy mencontohkan, mulai mengubah pola belanjanya dengan membeli barang sesuai kebutuhan. Mereka juga cenderung menunda belanja karena menunggu promo diskon.