Ahad 16 Apr 2017 19:02 WIB

SPI Tegaskan Pentingnya Koperasi Petani

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Citra Listya Rini
Petani memanen padi dengan mesin panen padi di kawasan Bambanglipuro, Bantul, DI Yogyakarta, Senin (6/3).
Foto: Antara/Andreas Fitri Atmoko
Petani memanen padi dengan mesin panen padi di kawasan Bambanglipuro, Bantul, DI Yogyakarta, Senin (6/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  --  Selama ini petani menjual hasil panennya langsung ke tengkulak yang menyebabkan pendapatan para petani tidak cukup baik. Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih mengatakan, sebaiknya para petani tersebut tergabung dalam koperasi petani.

Nantinnya koperasi tersebut disertai dengan kelengkapan gudang, penggiling dan pengering yang memudahkan petani memproses hasil panennya. "Tidak langsung jual ke tengkulak," kata Henry, Ahad (16/4).

Menurut Henry, dengan adanya koperasi bersarana lengkap akan mampu meningkatkan pendapatan petani. Sebab petani bisa menjual beras, bukan lagi gabah. Harga Pokok Penjualan (HPP) gabah kering panen saat ini Rp 3.750 per kilogram di tingkat petani. Sementara harga beras dibeli Bulog dengan harga Rp 7.300 per kg.

Bukan hanya penting untuk pengelolaan pasca panen, koperasi juga berperan penting dalam pengelolaan bantuan pemerintah. Henry mengatakan, bantuan alat produksi seperti benih dan pupuk hanya menjangkau 30 persen petani. "Masih banyak petani yang tidak menerima bantuan daribpemerintah," katanya.

Sebab, bantuan tersebut disalurkan ke kelompok tani atau gabungan kelompok tani (Gapoktan). Sama halnya dengan upaya pencetakan sawah yang diberikan ke kelompok tertentu yang diakui dia salah sasaran.

"Pemerintah bertumpu pada kelompok tani tertentu bukan menyalurkannya ke koperasi pertanian. Akibatnya bantuan seperti barang hibah yang habis begitu saja, tidak ada perkembangan usaha," ujar Henry.

Begitu juga dengan sektor pertanian lain yakni sawit yang belum banyak terdapat koperasi pekebun dan pabrik pengolahan sawit sendiri. Dampaknya, para petani menjual hasil kebun sawit mereka ke tengkulak.

Henry melanjutkan, meski merupakan negara penghasil sawit terbesar di dunia, tidak lantas membuat harga minyak goreng di tingkat konsumen murah. Harga minyak goreng di tanah air lebih dari Rp 10 ribu per liter. Angka tersebut lebih mahal dibanding negara tetangga yang juga penghasil kelapa sawit. Di Malaysia, minyak goreng dijual Rp 7 ribu per liter.

Henry menambahkan, adanya program Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) seharusnya mampu mendorong lahirnya koperasi bagi petani, bukan menghasilkan badan usaha seperti BUMD maupun BUMN. Sebab koperask merupakan milik rakyat itu sendiri agar terjadi porses dorongan pertumbuhan masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement