REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ekonomi global pada tahun ini diproyeksikan masih akan bergejolak, sehingga Indonesia harus siap agar tidak terkena imbasnya. Salah satunya dengan memperkuat internal perusahaan dan sektor perbankan.
Ekonom Anggito Abimanyu menuturkan, tantangan ekonomi terbesar pada tahun ini masih berasal dari Amerika Serikat. Suku bunga acuan bank sentral AS Fed Fund Rate diperkirakan akan naik sebanyak tiga kali. Hal ini tentunya akan berakibat pada kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia 7 Day Reverse Repo Rate yang diperkirakan naik menjadi 5,0 persen dari posisi sekarang 4,75 persen.
Dengan sentimen negatif dari global, maka nilai tukar rupiah akan mengalami gejolak dan dapat menyentuh Rp 13.150 hingga Rp 13.500 per dolar AS. "Tantangan terbesar lainnya yaitu inflasi yang diperkirakan akan menyentuh 4,0-4,5 persen. Untuk itu, ekonomi domestik harus antisipasi menghadapi gejolak ini,"ujar Anggito Abimanyu dalam Indonesia Economic Outlook 2017 di Jakarta, Senin (10/4).
Meskipun saat ini Indonesia masih dipandang sebagai lokasi yang strategis untuk berinvestasi, namun kondisi global juga harus terus diwaspadai. Dengan tantangan tersebut, ekonomi domestik harus diperkuat yakni dengan melakukan penguatan dari sisi internal, lalu untuk perbankan harus dapat mengatasi risiko kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL).
Selain itu, sektor perbankan juga harus dapat menangkap peluang dengan mendorong sektor konsumsi. Apalagi diperkirakan masyarakat kelas menengah Indonesia akan tumbuh melesat hingga tahun 2030.
Adapun untuk mengatasi risiko kredit bermasalah, perbankan bisa mulai melakukan pergeseran segmentasi ke sektor konsumer. Sedangkan untuk korporasi bisa ikut dalam penyaluran kredit ke sektor infrastruktur, terlebih saat ini sektor tersebut tengah digenjot oleh pemerintah.
Untuk perbankan syariah, lanjut Anggito, juga harus dapat meraih peluang ini dengan ikut penyaluran pembiayaan sindikasi ke sektor infrastruktur. Selain karena potensinya yang besar, pembiayaan ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dinilai lebih aman dan tidak menyumbang rasio pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing/NPF).