REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Jumlah perusahan yang bergerak di bidang layanan keuangan berbasis digital (financial technology/fintech) yang sudah mendaftar ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk dilakukan verifikasi belum sampai 30 perusahaan. Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Nonbank (IKNB) OJK Edy Setiadi menyebutkan, angka tersebut termasuk perusahaan yang sekadar menanyakan prosedur dan menyatakan minat untuk mendaftar.
Catatan terbaru, baru 24 perusahaan fintech yang benar-benar mendaftar dan baru 1 perusahaan yang sudah secara resmi mendaftar dan siap dilakukan verifikasi. Edy menjelaskan, sebetulnya tidak ada masalah dan kendala berarti yang membuat perusahaan fintech kesulitan dalam mendaftar.
Hanya saja, lanjutnya, memang masih ada perusahaan yang ingin mengetahui lebih banyak terlebih dahulu terkait verifikasi yang dilakukan OJK. "Sebetulnya tidak ada masalah terkait persyaratan yang OJK tetapkan. Untuk sertifikasi sistem akan diajukan para perusahaan fintech ke Kominfo," ujar Edy, Jumat (7/4).
Berdasarkan catatan OJK, sebetulnya ada 165 perusahaan fintech yang bergerak di bidang payment dan peer to peer lending. Edy menambahkan, OJK berupaya merespons setiap perubahan. Salah satu respons OJK, lanjutnya, dengan merilis regulasi Peraturan OJK (POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjaman Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) atau Fintech Peer to Peer (P2P) Lending.
Setelah diterbitkan, OJK memberikan waktu enam bulan kepada perusahaan fintech untuk mendaftar. Beleid tersebut menyebutkan, modal awal yang wajib dimiliki perusahaan fintech minimal Rp 1 miliar.
Angka ini harus bertambah menjadi Rp 2,5 miliar bila OJK sudah secara resmi mendapatkan status terdaftar. Sementara itu, batas peminjaman yang bisa diberikan kepada investor sebesar Rp 2 miliar.