Jumat 31 Mar 2017 14:56 WIB

Pemerintah Tunda Rencana Intip Data Transaksi Nasabah untuk Pajak

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Kartu kredit, ilustrasi
Foto: loktavia.blogspot.com
Kartu kredit, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah kembali menunda rencana penarikan data transaksi kartu kredit dari perbankan. Kewajiban penyampaian data transaksi kartu kredit tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 39/PMK.03/2016.

Setelah pertama kali diberlakukan pada Juli 2016 lalu, pemerintah kemudian menunda penerapan kebijakan ini lantaran adanya program amnesti pajak. Namun, meski program pengampunan pajak berakhir pada 31 Maret 2017 ini, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memutuskan untuk menunda penarikan data transaksi kartu kredit dari perbankan.

Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi menjelaskan, salah satu alasan utama penundaan kebijakan ini karena pihaknya masih ingin fokus dalam mengumpulkan basis data perpajakan dari program pengampunan pajak. Belum lagi, penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan yang juga akan berakhir 21 April 2017 mendatang. Ken meminta kepada masyarakat untuk tidak panik oleh berita soal rencana Ditjen Pajak yang akan mengintip data transaksi kartu kredit nasabah.

Baca juga: Repatriasi Amnesti Pajak Hanya Rp 146 T dari Deklarasi Harta Rp 4.766 T

Ken menegaskan, pada prinsipnya, penggunaan kartu kredit menggunakan skema pinjaman kepada bank. Artinya, karena dana yang digunakan dari kartu kredit bukan penghasilan nasabah, maka data kartu kredit tidak memberikan gambaran pasti soal penghasilan nasabah yang harus dibayarkan pajaknya. Ken meminta kepada nasabah pengguna kartu kredit untuk tetap memanfaatkan kartu kredit tanpa kekhawatiran. Apalagi, konsumsi masyarakat merupakan salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi.

"Ditjen Pajak tidak akan gunakan data itu untuk lakukan intensifikasi. Masyarakat diminta untuk belanja kartu kredit bisa menambah daya beli. Bisa memutar roda perekonomian dan mereka juga sudah kena PPN," ujar Ken di Kantor Pusat Ditjen Pajak Kemenkeu, Jakarta, Jumat (31/3).

Ia mengatakan, apapun barang yang dibelanjakan dengan kartu kredit seharusnya sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Ken memberi contoh, seorang pengguna kartu kredit yang membelanjakan uang Rp 1 juta dalam sebulan belum tentu memiliki penghasilan Rp 1juta perbulan. Bisa saja, penghasilannya hanya Rp 500 ribu per bulan, sementara sisanya merupakan pinjaman. "Kami tak akan minta data kartu kredit karena bukan cerminkan potensi yang sebenarnya terhadap penghasilan. Dan surat yang saya keluarkan kepada para bank nomor S106 tanggal 31 Maret 2017 ini," ujar Ken.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement