REPUBLIKA.CO.ID,SEMARANG -- Pelaku Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) yang tidak berizin alias ilegal dikenakan sanksi adminisratif berupa penyegelan usaha dan bisa dijerat sebagai tindak pidana. Bank Indonesia (BI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) siap mengambil langkah hukum.
"Kami akan tindak tegas," ungkap Kepala Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran (DKSP) BI, Eni V Panggabean, dalam temu media terkait penertiban KUPVA BB tidak berizin, Rabu (29/3), di kantor Kepolisian Daerah Jawa Tengah, Semarang.
KUPVA BB, salah satunya, lazim dikenal dengan money changer, merupakan kegiatan usaha yang meliputi kegiatan penukaran yang dilakukan dengan mekanisme jual dan beli Uang Kertas Asing (UKA) serta pembelian cek pelawat. Berdasarkan ketentuan, KUPVA BB yang saat ini belum memperoleh izin dari BI memiliki kesempatan untuk segera mengajukan izin paling lambat 7 April 2017.
Apabila sampai batas waktu tersebut masih terdapat KUPVA BB tidak berizin, BI akan mengambil tindakan penghentian kegiatan usaha atau pencabutan izin usaha, bekerja sama dengan pihak terkait seperti Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), untuk melakukan operasi penertiban.
Perizinan KUPVA BB, ditegaskan Wakapolda Jawa Tengah, Brigjen Pol Indrajit, sangat penting sebagai upaya mengantisipasi tindak kriminal. "Money changer tanpa izin itu berpeluang menjadi perantara bagi tindakan kriminal seperti pencucian uang, pendanaan terorisme, transaksi narkotika, dan kejahatan lain," ungkap Indrajit, dalam kesempatan yang sama.
Eni pun memaparkan, sampai Maret 2017, tercatat sebanyak 783 KUPVA BB yang tidak memiliki izin. Dari jumlah itu, sebanyak 44 sudah mengajukan izin dan sudah selesai. Selain itu, sekitar 59 sedang dalam proses mengajukan perizinan.
Secara keseluruhan, sebanyak 45 persen dari total KUPVA BB tersebut merupakan money changer, sisanya toko emas dan biro perjalanan. "Jadi masih ada sekitar 680 KUPVA BB belum jelas izinnya. Ini yang kita pantau. Kita ambil tindakan tegas," tambahnya.
Jika melewati batas waktu yang ditentukan, BI dipastikan mengambil tindakan hukum, diumumkan, dan disegel. "Kami tidak ingin kegiatan usaha disalahgunakan," ujar Kepala Departemen Hukum BI, Rosalia Suci.
Dia mengakui tidak ada ancaman khusus terkait tindak pidana. Namun, ditegaskannya BI memiliki kewenangan administratif. "Jadi kalau mereka tetap beroperasi tanpa izin setelah lewat deadline, kita tutup, kita segel."
Kendati begitu, pelaku usaha KUPVA BB yang tetap beroperasi tanpa izin, tidak begitu saja bisa lepas dari jeratan tindak pidana. Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Agung Setya, mengatakan terkait money changer BI memang memiliki kewenangan memberi sanksi administratif berupa denda dan penutupan usaha. "Tapi kita juga bisa memakai undang-undang pencucian uang," Agung.
Menurutnya, pasal lima undang-undang tersebut pengelola KUPVA BB termasuk money changer tanpa izin bisa dikategorikan sebagai pelaku pasif tindak kejahatan. "Kita patut menduga," katanya seraya memastikan tindakan tegas yang diambil bagi pengelola KUPVA BB tanpa izin adalah tindakan administratif dan penindakkan secara pidana.
Lantaran itu, sebelum dilakukan penertiban, dia mengimbau agar pengelola KUPVA BB segera mengurus perizinan. Agung menambahkan, data yang dimiliki Bareskrim Polri jumlahnya KUPVA BB tanpa izin mencapai 700-an.