Rabu 29 Mar 2017 14:55 WIB

Susi: 168 Kapal Ikan Terlibat Perdagangan Manusia dan Kerja Paksa

Rep: Frederikus Bata/ Red: Nidia Zuraya
Kapal penangkap ikan (ilustrasi)
Foto: dkp.kutaikartanegarakab.go.id
Kapal penangkap ikan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- Pemerintah Indonesia berkomitmen mengatasi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Industri Perikanan. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan secara Ilegal (SATGAS 115), serta ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) Indonesia dan Foundation for International Human Rights Reporting Standards (FIHRRST) dengan dukungan dari Kedutaan Besar Kerajaan Belgia bekerja sama mengatasi hal tesebut.

Menteri KKP Susi Pudjiastuti mengatakan, dalam mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia, pihaknya telah menerapkan kebijakan moratorium serta melakukan analisis dan evaluasi (Anev) pada kapal ikan yang pembuatannya dilakukan di luar negeri. 

“Dari kegiatan Anev ditemukan banyak pelanggaran HAM serius di industri perikanan, termasuk perdagangan manusia, penyelundupan manusia, kerja paksa, eksploitasi anak, penyiksaan, diskriminasi upah dan pembayaran di bawah tingkat minimum, dan bekerja tanpa perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja”, ujar  Susi, di Jakarta, lewat siaran pers, pada Rabu (29/3).

Kegiatan Anev, lanjut Susi, juga menemukan setidaknya 168 dari 1.132 kapal ikan yang pembangunannya dilakukan di luar negeri (14,8 persen) melakukan tindak pidana perdagangan manusia dan kerja paksa. Selain itu, International Organization for Migration (IOM) melaporkan  1.207 dari 1.258 nelayan asing yang bekerja di kapal ikan eks-asing merupakan korban perdagangan manusia di perairan domestik. 

Dalam kasus Benjina, pada 2014, kementerian juga melaporkan  lebih dari 682 (di Benjina) dan 373 (di Ambon) orang  menjadi korban perbudakan modern. “Dengan bersama-sama, kami akan terus mengkampanyekan illegal fishing merupakan dasar dari kejahatan HAM di industri perikanan. Ini juga untuk memastikan hak mereka dilindungi dan diperhatikan”, tutur  Susi.

Saat ini, KKP telah menerbitkan peraturan Peraturan Menteri No. 35/PERMEN-KP/2015 tentang Sistem dan Sertifikasi Hak Asasi Manusia di Industri Perikanan yang diterbitkan pada  10 Desember 2015, bertepatan dengan Hari HAM Internasional, Peraturan Menteri No. 42/PERMEN-KP/2016 tentang Perjanjian Kerja Laut bagi Awak Kapal Perikanan, dan Peraturan Menteri No. 2/PERMEN-KP/2017 tentang Persyaratan dan Mekanisme Sertifikasi Hak Asasi Manusia di Industri Perikanan yang baru saja dirilis pada Januari 2017. 

Tiga Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan bertujuan untuk memastikan pengusaha perikanan menghormati dan melindungi HAM para pihak yang terkait dengan kegiatan usaha perikanan, termasuk awak kapal perikanan dan masyarakat sekitar.

“Melalui ketiga peraturan menteri ini, diharapkan terwujud pengelolaan perikanan yang berkeadilan, memberikan kepastian hukum, bermanfaat, dan sesuai dengan asas pembangunan berkelanjutan”, ujar Susi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement