REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, masalah kebutuhan perumahan masih menjadi tantangan yang harus diselesaikan oleh pemerintah.
Tercatat setiap tahunnya penduduk Indonesia membutuhkan sebanyak 800 ribu hingga 1 juta rumah. Namun dari jumlah tersebut sebanyak 40 persen baru bisa dipenuhi oleh pihak swasta, sedangkan melalui intervensi pemerintah hanya sebesar 20 persen.
"Sisanya diperoleh secara informal oleh swadaya masyarakat sendiri, ini jadi persoalan yang harus dipecahkan oleh pemerintah," ujar Sri Mulyani dalam acara Sarana Multigriya Finansial (SMF) Investor Gathering 2017 di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (27/3).
Sri Mulyani menjelaskan, sebanyak 40 persen masyarakat kalangan teratas mampu membeli tanpa intervensi pemerintah atau subsidi, sementara 60 persen masyarakat kalangan bawah tak sanggup untuk membeli tanpa bantuan subsidi dari pemerintah.
Adapun tantangan terbesar dari sektor perumahan, lanjut Sri, yakni adanya selisih yang cukup besar antara kebutuhan dengan jumlah yang dapat dipenuhi (backlog). Kebutuhan masyarakat sekitar 1 juta rumah per tahun, dan hanya dapat dipenuhi sebesar 60 persen atau 400 ribu. Bahkan saat ini estimasi backlog perumahan telah mencapai sebesar 10-12 juta backlog.
Kekurangan tersebut menunjukkan urbanisasi yang tidak terstruktur sehingga menyebabkan banyak masyarakat tidak mendapatkan tempat tinggal yang layak atau di tempat kumuh. Untuk itu pemerintah merintis pembiayaan perumahan melalui SMF sebagai penyedia likuiditas Kredit Pemilikan Rakyat.
Menurut Sri, saat ini pemerintah membantu dukungan dengan dua skema yaitu alokasi langsung ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan menaikan akses pembiayaan perumahan. Anggaran pembangunan perumahan melalui KemenPUPR sebesar Rp 25,457 triliun untuk bisa mendukung 60 persen masyarakat berpenghasilan rendah.
Pemerintah melakukan policy line anggaran yang dibutuhkan dengan membangun rusun 21.763 unit dan bantuan stimulan bagi peningkatan bantuan rumah swadaya. Selain itu ada Penyertaan Modal Negara (PMN) atau suntikan modal ke BUMN dalam hal ini SMF yanh sekarang dananya ada sebesar Rp 27 triliun.
"Modal SMF akan jadi Rp 6 triliun. Saya harap SMF melakukan fungsinya dengan kewenangan untuk terus berinovasi. Dalam hal mampu terus memerbaiki investasinya dalam penggunaan dananya dan maksimalkan leverage,"kata Sri.
Hal yang menjadi perhatiannya saat ini adalah mengembalikan kredibilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagian instrumen fiskal, dan bagaimana mendaratkan APBN cukup aman sehingga dapat menjadi instrumen yang efektif. Dengan instrumen APBN diharapkan bisa mendorong kebutuhan perumahan yang besar, pertumbuhannya juga naik luar biasa dan serta memenuhi daya beli masyarakat yang tidak merata.
"Tidak hanya antara kelompok pendapatan tidak merata, tetapi antar daerah juga tidak merata. Ini tantangan kita untuk merespon dari sisi kebijakan pemerintah instrumennya," kata Sri.