REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional Jawa Tengah dan DIY saat ini masih mengawasi dua Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang terancam likuidasi akibat belum bisa memenuhi rasio kecukupan modal.
"Dua BPR ini kasusnya hampir sama, mereka belum bisa memenuhi rasio kecukupan modal yang seharusnya minimal Rp 4 miliar," kata Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) OJK Kantor Regional III Jawa Tengah dan DIY Hizbullah di Semarang, Sabtu (25/3).
Meski tidak menyampaikan nama BPR yang terancam dilikuidasi tersebut, Hizbullah mengatakan dua BPR ini masing-masing bertempat di Solo dan Yogyakarta. Mengenai pencabutan izin operasi sendiri, Hizbullah mengatakan bukan merupakan wewenang dari OJK melainkan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
"Dalam hal ini OJK hanya mengawasi, kalau memang tidak bisa diselamatkan baru kami serahkan ke LPS. Untuk kewenangan pencabutan izin dilakukan oleh LPS," katanya.
Hingga saat ini pihaknya masih memberikan kesempatan kepada pihak BPR yang terancam dilikuidasi untuk memenuhi syarat rasio kecukupan modal. "Jadi kalau kurang dari Rp 4 miliar masuk pengawasan khusus. Biasanya OJK akan panggil pemegang saham yang existing untuk tambah modal. Kalau tidak ada bisa mencari investor baru, selanjutnya kalau memang tidak bisa akan ditutup," katanya.
Sementara itu, sejak berdirinya LPS pada 2005, sudah ada tujuh BPR di Jawa Tengah dan DIY yang terpaksa dilikuidasi. Dia mengatakan beberapa kasus yang sering terjadi dan berdampak pada terancamnya likuidasi adalah tidak terpenuhinya rasio kecukupan modal. "Yang paling banyak terjadi adalah penyalahgunaan kredit. Penyaluran kredit diberikan bukan kepada orang yang berhak menerima. Biasanya yang menggunakan kalau bukan pengurus BPR ya pemilik modal," katanya.
Meski demikian, menyikapi hal tersebut OJK dan LPS tidak serta merta mencabut izin melainkan melakukan sejumlah upaya agar likuidasi tidak perlu dilakukan, salah satunya adalah memberikan waktu selama tiga bulan untuk bisa memenuhi rasio kecukupan modal.