REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar kebijakan publik Universitas Indonesia (UI), Harryadin Mahardika, menilai regulasi untuk transportasi berbasis daring memang harus didesain secara khusus. Ia menganggap kehadiran pemerintah cukup terlambat. Harryadin mencontohkan, pemerintah tidak seperti saat mengantisipasi perkembangan industri telekomunikasi.
"Sebenarnya kita punya dasar sejarah, inovasi, salah satunya paling dekat soal telekomunikasi, ketika tahun 90-an, datang teknologi mobile phone, di situ, kita bisa melihat pemerintah hadir sejak awal," ujar Harryadin dalam talkshow Polemik Radio Sindo Trijaya di Warung Daun, Cikini, Sabtu (25/3).
Menurut Harryadin, saat awal revolusi telekomunikasi, pemerintah langsung menjadi bagian industri tersebut. Sampai saat ini pun sudah ada persiapan untuk mengahadapi semacam tahapan jaringan, 3G, 4G dan sebagainya. Semuanya, kata Harryadin, diatur sedemikian rupa, sehingga ada fairness atau bentuk keadilan, baik bagi pemain industri maupun kepastian bagi komsumen.
"Kalau di transportasi daring, pemerintah hadir agak belakanggan, jadi ada penyesuaian yang perlu dikejar," lanjut dia.
Harryadin juga mengacu negara Finlandia yang menurutnya memiliki commitee for the future dalam pemerintahan negaranya. Parlemen itu dapat melihat masa depan dan kemudian melakukan rancangan-rancangan regulasi.
Tetapi, Harryadin menambahkan, keterlambatan pemerintah Indonesia juga dirasa normal. Karena dari sisi kematangan, Indonesia belum ke arah sana. Dia juga menyarankan regulasi dari pemerintah nantinya tidak terlalu membelenggu atau berlebihan. Namun, bagaimanapun, jika tidak diatur sama sekali, efek sosial yang ditimbulkan akan luar biasa.
"Sudah ada tesisnya, inovasi tidak diregulasi akan ada efek sosial," katanya.