REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) ikut menunggu perbaikan peringkat investasi yang bisa jadi akan dirilis lembaga pemeringkat Standard 7 Poor's (S&P). Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia Mirza Adityaswara menjelaskan, pihaknya tetap akan menghormati hasil analisis yang dilakukan oleh S&P, apapun hasilnya nanti.
Menurut Mirza, sinyal positif sudah disampaikan oleh lembaga pemeringkat lainnya seperti Fitch dan Moody's yang menaikkan outlook mereka dari stabil ke positif. Dia melanjutkan, meski ada kepercayaan diri yang dirasakan pemerintah melalui berbagai rating positif yang diberikan lembaga pemeringkat, namun sebetulnya BI tak mempermasalahkan bila hasilnya di bawah ekspektasi.
Yang terpenting, kata Mirza, adalah investor besar yang berinvestasi di sektor riil atau di sektor finansial tetap menunjukkan adanya stabilitas kepercayaan. Apalagi, kepercayaan pasar juga terlihat dari permintaan sukuk global yang diterbitkan pekan ini.
"Dan kalau lihat harga saham naik terus IPO laku, SBN (Surat Berharga Negara) juga selalu oversubscribed (kelebihan permintaan) global bonds juga oversubcribed itu menunjukkan persepsi investor baik. Tapi tentu akan lebih baik kalau S&P ikuti clue positif dari credit rating tersebut," jelas Mirza, Jumat (24/3).
Sementara Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara menjelaskan, pihak S&P tertarik untuk menggali lebih dalam tentang kebijakan fiskal, pembangunan infrastruktur, dan skema pembiayaan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Soal pembangunan infrastruktur didalami karena tak bisa dielakkan target ambisius pemerintah ini membutuhkan dana yang tidak sedikit.
"Kita jelaskan pembiayaan yang dari APBN, BUMN, atau PPP (kerja sama pemerintah dan swasta). Kita jelaskan pembiayaan infarstruktur tak hanya dari APBN, namun juga dari swasta termasuk dengan penjaminan dari pemerintah," jelas Suahasil.
Suahasil menambahkan, sebetulnya dalam skema PPP pun ada kewajiban yang harus ditanggung pemerintah untuk menjamin berjalannya proyek di masa yang akan datang melalui continget liabilities. Menurutnya, nilai contingent liabilities sebesar 3-4 persen, masih tergolong rendah dibandingkan dengan rasio utang Indonesia yang masih terjaga di level 28 persen.