Rabu 15 Mar 2017 05:05 WIB

Kemenkeu dan KPK Kaji Penyatuan LHKPN dan SPT Pajak

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Budi Raharjo
Batas Akhir Pelaporan SPT Pajak Tahunan: Aktivitas pembayaran pajak di Galeri Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Rabu (18/3).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Batas Akhir Pelaporan SPT Pajak Tahunan: Aktivitas pembayaran pajak di Galeri Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Rabu (18/3).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Keuangan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkaji rencana penyederhaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan pajak. Rencananya, pengisian data LHKPN dan SPT pajak akan disatukan ke dalam satu dokumen atau formulir.

Ide ini muncul dari Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menilai betapa ribetnya berbagai kewajiban administrasi yang harus dilaporkan oleh penyelenggara negara termasuk pegawai negeri sipil (PNS). KPK sendiri sebetulnya sudah mempermudah pengisian LHKPN dari sebelumnya manual menjadi sistem online.

Namun, Sri tetap menilai bahwa sudah saatnya pengisian LHKPN dan SPT pajak disatukan. Apalagi, menurutnya, pelaporan LHKPN dan SPT pajak memiliki tujuan yang sama yakni mencatat kekayaan dan kepemilikan harta penyelenggara negara.

"Kalau manual kan formulir berjilid-jilid. Banyak sita waktu cocokkan apakah hartanya sama. Saya bilang, kenapa tidak disamakan saja (LHKPN) dengan SPT," ujar Sri dalam sosialsiasi penerapan LHKPN berbasis elektronik di Kementerian Keuangan, Selasa (14/3).

Sri menambahkan, setiap tahunnya pejabat pemerintah harus melaporkan berbagai kewajiban administrasi seperti LHKPN, SPT pajak, dan e-performance. Itu pun belum laporan-laporan lain yang harus dilaporkan. "Dalam setahun, berapa hari kerja kita dan berapa hari yang kita habiskan untuk mengurus sesuatu yang sifatnya birokratis," ujar Menkeu.

Sementara itu, Ketua KPK Agus Rahardjo mendukung ide Sri Mulyani untuk menyatukan pelaporan LHKPN dan SPT pajak. Hal tersebut diyakini akan menekan waktu dan mengefisienkan pengumpulan data secara terintegrasi antara Kemenkeu dan KPK.

Hanya saja, lanjut Agus, meski dilakukan penyatuan dokumen antara LHKPN dan SPT pajak, petugas pajak dan KPK tetap harus turun ke lapangan untuk memastikan bahwa angka-angka yang dilaporkan sesuai dengan fakta.

"Saya setuju saja kalau disatukan (LHKPN) dengan SPT. Tapi saya tetap memeriksa detail kekayaan. Justri itu yang lebih penting dibanding hanya memasukkan data dan registrasi. Nanti kami ingin sinkronisasi dengan SPT dan semoga bisa dilakukan dengan baik," ujar Agus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement