REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan para entitas anak sepanjang 2016 membukukan laba bersih sebesar Rp 20,6 triliun atau tumbuh sebesar 14,4 persen secara tahunan (year on year/yoy) dibandingkan Rp 18,0 triliun pada 2015.
Adapun pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) baik 12,0 persen menjadi Rp 40,2 triliun pada 2016 dari Rp 35,9 triliun pada 2015. Pendapatan operasional lainnya tumbuh 13,2 persen menjadi Rp 13,6 triliun pada akhir 2016. Pendapatan operasional yang terdiri dari pendapatan bunga bersih dan pendapatan operasional lainnya tumbuh 12,3 persen menjadi Rp 53,8 triliun pada 2016.
Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja menjelaskan, dana giro dan tabungan (current account saving account/CASA) juga terus bertumbuh didukung oleh layanan dan transaksi serta dana repatriasi program tax amnesty. "Per akhir Desember 2016 dana tax amnesty yang masuk BCA sebesar Rp 58 triliun dan dana yang mengendap sekitar Rp 10-11 triliun. Dana ini menopang CASA kami," ujar Jahja dalam paparan kinerja BCA di Hotel Indonesia, Jakarta, Senin (13/3).
Adapun dana pihak ketiga (DPK) tercatat sebesar Rp 530,1 triliun, meningkat 11,9 persen year on year (yoy) dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 473,7 triliun. Dana CASA merupakan porsi utama dari DPK yakni sebesar 77,0 persen, sementara dana deposito berkontribusi sebesar 23,0 persen.
Rincian CASA yakni dana giro tumbuh 19,2 persen yoy menjadi Rp 137,9 triliun dari Rp 115,7 triliun, dan dana tabungan naik 10,5 persen mencapai Rp 270,3 triliun pada akhir tahun 2016 dibandingkan Rp 244,6 triliun pada tahun 2015.
Sementara itu, pembiayaan tumbuh sebesar 7,3 persen menjadi Rp 416 triliun yang digolongkan segmen korporasi dan konsumer. Kredit koperasi tumbuh 9,6 persen menjadi Rp 154,9 triliun. Kredit konsumer meningkat 9,0 persen menjadi Rp 109,6 triliun terutama didorong oleh KPR dan Kredit kendaraan bermotor. Masing-masing segmen tersebut KPR tumbuh 7,6 persen menjadi Rp 64 triliun, dan KKB naik 10,1 persen menjadi Rp 34,8 triliun.
Pada periode yang sama, outstanding kartu kredit meningkat 13,7 persen menjadi Rp 10,8 triliun. Sementara itu, kredit komersial dan UKM tumbuh 3,8 persen meniadi Rp 151,9 triliun.
Menurut Jahja pada tahun ini perekonomian Indonesia diperkirakan akan lebih baik ditopang oleh kebijakan ekonomi pemerintah yang prudent, dampak keberlanjutan program tax amnesty dan pembangunan infrastruktur yang terus berjalan. "Kami targetkan pertumbuhan kredit tahun ini 10-11 persen," ujar Jahja.