Senin 27 Feb 2017 15:07 WIB

Bulog Tetap Serap Gabah Petani dengan Kadar Air Lebihi Standar

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Nur Aini
Penduduk memisahkan gabah hampa dan isi dengan menggunakan angin laut di pinggir Pantai Pamayangsari, Desa Sindangkerta, Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya. (Republika/Edi Yusuf)
Penduduk memisahkan gabah hampa dan isi dengan menggunakan angin laut di pinggir Pantai Pamayangsari, Desa Sindangkerta, Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya. (Republika/Edi Yusuf)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pengadaan Bulog Tri Wahyudi Saleh menegaskan pihaknya tetap akan menyerap gabah petani meski dengan kadar air yang melebihi standar Harga Pembelian Pemerintah (HPP).

Akan tetapi, harga beli yang diterima petani tidak sama dengan HPP, yakni Rp 3.700 per kilogram Gabah Kering Panen (GKP) dengan kadar air 25 persen. Sebab, pihaknya sebagai perusahaan pelat merah juga tetap perlu meminimalisasi kerugian.

"Pasti sangat berisiko karena membutuhkan waktu dan biaya cukup tinggi saat dilakukan pengolahan untuk dikeringkan dan akan terjadi susut bobot juga hasil pengolahannya menjadi beras akan tidak sesuai dengan beras standar," ujarnya kepada Republika.co.id, Senin (27/2).

Ia menjelaskan, tingginya kadar air pada gabah dikarenakan panen saat musim hujan atau karena banjir. Setelah menyerap gabah petani, Bulog perlu menghitungkan adanya biaya untuk pengeringan.

Namun demikian, kata dia, dari hasil rapat koordinasi dengan Kementerian Petrtanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koordinator Perekonomian dan pihak lainnya, Bulog sebagai operator pemerintah ditugaskan membeli gabah di luar kualitas yang telah ditentukan dalam Inpres 5 tahun 2015 dan Perpres 48 tahun 2016. Hal tersebut berlaku selama enam bulan. "Atau selama kondisi cuaca ekstrim seperti saat ini di mana curah hujan sangat tinggi," ujarnya.

Tugas tersebut akan tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian yang direncanakan keluar secepatnya. Nantinya, selama enam bulan ke depan, Bulog akan berpegang pada Permentan tersebut, bukan lagi Inpres Nomor 5 Tahun 2015.

Prinsipnya, ia mengatakan, dengan adanya perubahan Perpres 48 tahun 2016 dan Permentan tentang rafaksi harga gabah dilakukan untuk meringankan beban petani. "Pemerintah akan memberikan subsidi harga pada gabah yang dipanen diluar kualitas sehingga diharapkan petani tidak merugi," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement